Ikuti Kami

Di Seminar Hari Antikorupsi Sedunia PDI Perjuangan, Mantan Direktur KPK: Politik Mahal Pemicu Utama Korupsi Ekologis

Mantan Direktur KPK Soroti Permisivitas Masyarakat dalam Politik Uang

Di Seminar Hari Antikorupsi Sedunia PDI Perjuangan, Mantan Direktur KPK: Politik Mahal Pemicu Utama Korupsi Ekologis
Mantan Direktur Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Giri Suprapdiono - Foto: DPP PDI Perjuangan

Jakarta, Gesuri.id – Mantan Direktur Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Giri Suprapdiono, secara tajam menyatakan bahwa akar utama korupsi ekologis yang berujung pada bencana alam adalah tingginya biaya politik di Indonesia. 

Politik yang mahal, tegas Giri, menciptakan logika UUD (Ujung-Ujungnya Duit), yang memaksa pejabat terpilih untuk mengembalikan modal dengan merusak lingkungan dan merugikan masyarakat.

Pernyataan ini disampaikan Giri dalam Seminar Nasional Refleksi Hari Anti Korupsi Sedunia di Sekolah Partai PDI Perjuangan, Lenteng Agung, Jakarta, Selasa (9/12/2025). Seminar tersebut mengusung tema kritis “Korupsi dalam Bencana Alam,” yang menghubungkan korupsi dengan dampak nyata di kehidupan sehari-hari.

Giri memaparkan data mengejutkan mengenai biaya politik di Indonesia, di mana dana yang dibutuhkan untuk maju sebagai Kepala Daerah dapat mencapai puluhan hingga ratusan miliar rupiah. Biaya yang "gila-gilaan" ini, menurut Giri, menciptakan logika pengembalian modal ketimbang pelayanan publik.

Korupsi politik di daerah adalah penyebab langsung bencana. Kepala daerah yang harus mengembalikan modal secara cepat akan melakukan Jual Beli Jabatan, hingga yang paling merusak, Jual Beli Perizinan dan Konsesi di sektor pertambangan dan kehutanan.

Pernyataan ini diperkuat oleh mantan Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, yang juga menjadi pembicara: "Kejadian banjir di Sumatera adalah buktinya," ujar Febri Diansyah, menekankan bahwa korupsi ekologis pada ujungnya menjadikan masyarakat sebagai korban.

Giri mengusulkan perubahan sistematis untuk mengatasi akar masalah ini. 

Solusi pertama, Negara harus membiayai sebagian besar pendanaan partai politik (Parpol) melalui APBN. Hal ini bertujuan agar Parpol dapat menggaji manajer dan kader secara profesional, sehingga mereka tidak bergantung pada donatur yang meminta imbalan proyek atau izin. 

Kedua, Gaji pejabat publik, mulai dari Gubernur hingga Presiden, harus ditingkatkan agar sebanding dengan tanggung jawab besar mereka dalam mengelola triliunan anggaran negara. 

Selain itu, aparat penegak hukum harus konsisten menegakkan sanksi bagi pelaku politik uang, karena praktik Serangan Fajar—baik yang memberi maupun menerima—sebenarnya diancam hukuman penjara. Penegakan hukum yang tegas ini penting untuk melawan tingginya Permisivitas masyarakat terhadap politik uang.

Giri menekankan bahwa sistem harus diubah. Ia juga mengingatkan bahwa integritas aparat penegak hukum adalah kunci utama, karena "tidak ada gunanya kita berdikari kalau kita membiarkan aparat penegak hukum [korup]."

Seminar ini dihadiri oleh Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto dan diikuti oleh ratusan jajaran pengurus Partai se-Indonesia melalui daring.

Sejumlah pembicara dan tokoh yang hadir dalam acara tersebut meliputi: Ketua DPP PDIP Ganjar Pranowo dan Abdullah Azwar Anas, Wali Kota Denpasar I Gusti Ngurah Jaya Negara, Bupati Trenggalek M. Nur Arifin, Praktisi Hukum Febri Diansyah, Direktur KPK 2012-2021 Giri Suprapdiono, Peneliti Lingkungan Hidup Anwar Saragih, Manajer Kampanye WALHI Uli Arta Siagian, dan Aktivis HAM Fatia Maulidiyanti. Acara ini juga turut diikuti oleh puluhan mahasiswa dari berbagai kampus.

Quote