Ikuti Kami

PDI Perjuangan Gunakan Wayang “Prabu Boko” untuk Kritik Pemimpin Serakah dan Fasis

Djarot: kisah wayang ini bukan sekadar hiburan, melainkan refleksi atas bahaya kekuasaan yang dijalankan secara fasis dan sewenang-wenang

PDI Perjuangan Gunakan Wayang “Prabu Boko” untuk Kritik Pemimpin Serakah dan Fasis
Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Ideologi dan Kaderisasi Djarot Saiful Hidayat dalam pagelaran wayang kulit di Halaman Masjid At-Taufiq - Foto: Youtube DPP PDI Perjuangan

Jakarta, Gesuri.id – PDI Perjuangan menegaskan perlawanan terhadap kepemimpinan otoriter melalui simbol budaya. Dalam peringatan Hari Wayang Nasional di Kompleks Masjid At-Taufiq, Jakarta Selatan, Jumat (7/11), DPP PDI Perjuangan menampilkan lakon Bima Labuh yang menggambarkan tirani Prabu Boko — sosok raja zalim, tamak, dan menindas rakyatnya.

Ketua DPP PDI Perjuangan, Djarot Saiful Hidayat, menegaskan kisah wayang ini bukan sekadar hiburan, melainkan refleksi atas bahaya kekuasaan yang dijalankan secara fasis dan sewenang-wenang.

“Pemimpin yang zalim, serakah, tamak, dan menghalalkan segala cara untuk melanggengkan kekuasaan — itulah pemimpin yang harus dilawan,” ujar Djarot lantang.

Menurutnya, lakon Bima Labuh mengajarkan pertarungan abadi antara dharma dan adharma — antara kebenaran dan kebatilan. Sosok Bima, yang digambarkan jujur, tegas, dan berpihak kepada rakyat, menjadi simbol perlawanan terhadap tirani seperti Prabu Boko, raja Ekocokro yang menindas rakyat lewat pajak berat dan kebijakan semena-mena.

“Wayang ini bukan hanya tontonan, tapi juga tuntunan. Ia mengandung filsafat, pendidikan moral, dan keteladanan,” lanjut Djarot.

Lakon tersebut juga menjadi sarana PDI Perjuangan meneguhkan kembali ajaran Trisakti Bung Karno, khususnya dalam hal kepribadian dalam kebudayaan. Dengan menggandeng dua dalang, Ki Sri Susilo Tengkleng dan Ki Amar Pradopo Slenk, PDI Perjuangan menegaskan bahwa kebudayaan adalah ruang perlawanan terhadap kezaliman dan pelestarian nilai-nilai kerakyatan.

“Rakyat tidak boleh diam di hadapan kekuasaan yang menipu. Bima menjadi lambang keberanian untuk berkata benar, walau harus melawan raja yang zalim,” tegas Djarot.

Pertunjukan ditutup dengan penampilan Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto yang baru tiba dari Nusa Tenggara Timur, disambut meriah warga Jakarta penikmat wayang yang memadati lokasi acara.

Quote