Ikuti Kami

Salda Kamal dan Bencana Sumatera

Oleh: Wakil Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Surabaya,  Eri Irawan

Salda Kamal dan Bencana Sumatera
Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.

Jakarta, Gesuri.id - Dari apa yang terjadi di Aceh, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara; kita tahu bahwa bencana tak mengenal warna ideologi, dan empati melintasi sekat politik. Dalam bencana, manusia disatukan perasaaan senasib sepenanggungan dalam penderitaan. 

Syahdan, tiga hari setelah banjir bandang meluluhlantakkan kampungnya di Kabupaten Bireun, Nangroe Aceh Darussalam, penyintas banjir dari kabupaten itu, Salda Kamal, menyaksikan sekelompok orang berpakaian merah dan hitam datang dan mengulurkan tangan. “PDI Perjuangan partai pertama yang datang ke kami saat bencana,” katanya.

Tak hanya membawa makanan dan minuman, para kader PDI Perjuangan bahu-membahu membersihkan jalanan dari lumpur. Mereka merawat yang sakit, melindungi yang tua, memeluk yang muda. 

Kesaksian tersebut disampaikan oleh Salda Kamal dalam seminar bertajuk “Mitigasi Bencana dan Pertolongan Korban” yang diselenggarakan Badan Penanggulangan Bencana (Baguna) DPP PDI Perjuangan di Jakarta, Jumat (19/12), yang digerakkan Ketua DPP PDI Perjuangan, Tri Rismaharini.

Baca: Ganjar Pranowo Tak Ambil Pusing Elektabilitas Ditempel Ketat

“Saya datang ke sini langsung dari Aceh, sebagai warga dan juga sebagai korban banjir dari Bireuen. Terima kasih kepada PDI Perjuangan, karena di hari ke-3 pascabencana, PDIP adalah partai pertama yang masuk ke daerah kami,” ujar Salda di hadapan peserta seminar.

Menurut Salda, kehadiran PDI Perjuangan memberikan pengaruh signifikan bagi kehidupan masyarakat setempat. Jalur transportasi desa yang sebelumnya tertutup lumpur dan material longsor segera dibersihkan dan diperbaiki dengan dukungan penuh dari PDI Perjuangan, sehingga warga dapat kembali beraktivitas seperti biasa.

”Jalan-jalan yang tertimbun tanah selut itu dikerok semua dan dibayar oleh PDI Perjuangan. Keluarga desa sangat senang dan benar-benar berterima kasih. Kalau tidak, mungkin sampai sekarang belum bisa dilalui,” ungkapnya.

PDI Perjuangan bukan partai pemenang di Bireun. Bahkan partai ini gagal menempatkan wakilnya di parlemen daerah. Namun apa yang terjadi di Bireun mengingatkan kita pada kata-kata Bung Karno tentang gotong royong sebagai ”pembantingan tulang bersama, pemerasan keringat bersama, perjuangan bantu-membantu bersama. Amal semua buat kepentingan semua. Keringat semua buat kebahagiaan semua. Holopis kuntul baris buat kepentingan bersama”.

Gotong royong menjadi jawaban atas semua perbedaan di tengah sebuah situasi yang membutuhkan kebersamaan. Bencana di Sumatera tak ubahnya sebuah laboratorium kemanusiaan yang menjadi tempat praktik bagi semua keyakinan dan ideologi. Semua teori dan propaganda politik tidak ada artinya tanpa tindakan dan perbuatan yang disatukan oleh kebersamaan. Dan di Sumatera, dari Aceh, Sumut, sampai Sumbar, PDI Perjuangan menunjukkan bahwa kemenangan dan kekalahan politik tidak boleh dijadikan alasan untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan kemanusiaan.

PDI Perjuangan sejak lama memang menjadikan konservasi alam dan kemanusiaan sebagai isu perjuangan politik, bukan politik kekuasaan. Saat Badan Penanggulangan Bencana (Baguna) turun ke lokasi bencana dan mendirikan dapur umum, Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri mengatakan, bahwa dapur umum itu untuk siapa pun yang membutuhkan, terlepas dari latar belakang pilihan politik. ”Ini urusan kemanusiaan, bukan urusan politik,” tegas Mega.

Megawati menepis stigma buruk pada politik yang identik dengan pencitraan artifisial. Kerja-kerja kemanusiaan dalam politik memang berpotensi memantik syak-wasangka dan curiga, Di tengah masyarakat yang muak terhadap tontonan dangkal yang menjadikan penderitaan sebagai obyek pencitraan, apa yang dilakukan PDI Perjuangan menunjukkan bahwa segala sesuatu tidak selalu dikalkulasi secara elektoral. 

Jauh sebelum bencana terjadi di Sumatra, PDI Perjuangan mengembangkan kapal Rumah Sakit Apung Malahayati pada 2023. Rumah sakit apung ini diperuntukkan warga pesisir dan pulau terluar secara gratis. Nama Malahayati adalah nama pahlawan Perempuan Aceh yang tangguh dalam pertempuran di samudera. RS Apung Malahayati tersebut juga dikirimkan ke Sumatera untuk membantu penanganan bencana, dengan membawa dokter dan tim kesehatan yang dikoordinasi Ketua Bidang Kesehatan DPP PDI Perjuangan Ribka Tjiptaning. Ketua DPP Ganjar Pranowo juga berhari-hari turun langsung membantu penanganan bencana.

Mungkin tak banyak suara yang bisa dikail dari pesisir dan pulau-pulau kecil dari aksi konkrit seperti pengembangan kapal rumah sakit apung tersebut. Tapi manusia bukan statistik. Dan yang pasti ini bukan masalah elektoral. 

Saat memutuskan untuk mengambil konservasi alam dan lingkungan sebagai arah perjuangan partai, PDI Perjuangan sejatinya dengan sadar menempatkan diri pada pusaran isu yang tidak populer. Namun sebagaimana kata Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Krisyanto, politik lingkungan bukan sekadar program, melainkan kesadaran kolektif untuk menjaga keberlangsungan hidup.

Baca: Mengenal Sosok Ganjar Pranowo. Keluarga, Tempat Bersandar

Kesadaran kolektif ini hanya bisa ditumbuhkan dengan tindakan dan suri teladan kepada masyarakat. Publik telah lelah dengan suguhan kekonyolan pejabat dan mereka yang mengingkari amanat untuk merawat kehidupan. Maka langkah PDI Perjuangan dalam memperjuangkan isu lingkungan akan menumbuhkan dan merawat harapan. 

Megawati dan PDI Perjuangan mengembalikan kita pada kesadaran tentang konservasi lingkungan hidup yang seringkali diabaikan dalam ideologi pembangunanisme. Ideologi pembangunan menempatkan manusia dan alam dalam posisi oposisi biner: manusia subyek, alam obyek. Alam ada untuk manusia, dan oleh karenanya bisa dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan manusia.

Problemnya, kita sering tidak tahu sampai batas mana alam menoleransi eksploitasi manusia. Kita tidak tahu kapan harus berhenti dan tidak rakus.

Manusia sering melupakan bahwa kehidupan senantiasa memiliki titik ekulibrium. Maka ketika batas toleransi eksploitasi itu sudah mencapai titik tertinggi atau bahkan terlampaui, alam akan menyeimbangkan kembali.

”Bumi juga punya batas. Saya mau selalu mengingatkan, sebelum terlambat. Ini masalah terbesar kehidupan manusia,” kata Megawati Soekarnoputri, saat diwawancarai jurnalis Rosiana Silalahi di Kompas TV dalam seri ”Merawat Pertiwi”

Quote