Ikuti Kami

Ustadz Abdul Somad Kotori Makna Kebhinekaan

Ustadz Abdul Somad yang secara terang-terangan melecehkan Salib sebagai simbol utama umat Kristiani.

Ustadz Abdul Somad Kotori Makna Kebhinekaan
Anggota DPR RI Terpilih asal Nusa Tenggara Timur (NTT), Yohanis Fransiskus Lema.

Jakarta, Gesuri.id - Anggota DPR RI Terpilih asal Nusa Tenggara Timur (NTT), Yohanis Fransiskus Lema, atau akrab disapa Ansy Lema mengecam konten ceramah Ustadz Abdul Somad yang secara terang-terangan melecehkan Salib sebagai simbol utama umat Kristiani.

Ansy menilai pernyataan Somad bernada permusuhan telah mengotori makna kemerdekaan dan bertentangan dengan spirit Pancasila. Menurutnya, HUT ke-74 Kemerdekaan Indonesia seharusnya menjadi momentum persatuan, hormat pada kebhinekaan dan menguatkan komitmen toleransi.

Baca: Respon UAS, Zuhairi : Ustadz Harusnya Berakhlak Mulia

Karena itu, komentar provokatif Somad sangat berbahaya karena rentan merusak harmoni relasi antar-pemeluk agama. 

"Dengan melontarkan pernyataan bernada permusuhan, Somad telah mengotori makna kemerdekaan," tegas Ansy melalui keterangan tertulis yang diterima Gesuri.id, Senin (19/8).

Menurut politisi muda PDI Perjuangan ini, perayaan kemerdekaan harus diwarnai dengan pernyataan-pernyataan sejuk-teduh yang merekatkan kebhinekaan Indonesia, bukan sebaliknya meretakkan ke-Indonesia-an kita.

"Pernyataan Somad lahir dari kebencian, permusuhan, tanpa dasar pengetahuan. Tidak tahu apa-apa, tetapi lancang mengomentari keyakinan iman pemeluk agama lain. Kata-katanya jelas menista agama lain," kata Ansy.

Sebagai seorang yang telah mengenyam pendidikan keagamaan, Somad mestinya menyadari bahwa di tengah fakta negara Indonesia yang berbhineka agamanya, mempersoalkan ajaran dan keyakinan agama lain hanya akan memancing timbulnya konflik antar-pemeluk agama

Mempersoalkan konsep iman, ajaran teologis, dan praktik keagamaan pemeluk agama lain rentan terhadap munculnya konflik.

"Saya selalu ingat perkataan tokoh pluralisme Kyai Haji Abdurrahman Wahid atau Gus Dur: LAKUM DINUKUM WA LIYA DINI. Bagimu agamamu, bagiku agamaku. Keyakinan agama lain tidak dapat dihakimi atas dasar asumsi teologis agama kita, karena justru di situ memunculkan perbandingan yang tidak fair dan akan terkesan melecehkan agama lain," ungkapnya.

Baca: Ini Enam Sikap DPD PDI Perjuangan DIY akan Ceramah UAS

Mantan Dosen itu menuturkan bahwa Islam yang ia kenal adalah Islam kasih sayang yang mengajarkan cinta damai dan menghargai kebhinekaan. Ia mengaku terkesan akan ajaran dan teladan hidup Islam Indonesia dari tokoh-tokoh Islam seperti Nurcholish Madjid, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Ahmad Syafii Maarif, dan Mbah Moen.

"Mereka telah meneladankan wajah Islam rahmatan lil 'alamin: Islam yang menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia. Islam yang mewajibkan umatnya untuk bersikap toleran, inklusif, menghargai manusia dan kemanusiaannya. Islam yang tanpa diskriminasi dan menghormati perbedaan agama, jenis kelamin, etnik, bahasa, dan kewarganegaraannya, sehingga wajib untuk memuliakannya," ujar Ansy.

Ansy menceritakan inspirasi Islam yang menghargai perbedaan, toleransi, dan kemanusiaan yang telah dilestarikan secara turun-temurun di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Perbedaan agama tidak menimbulkan konflik, tetapi justru membuka pintu untuk memulai dialog dan kerja sama kemanusiaan. Karena itu, Ansy berharap Somad bisa membuka diri untuk memahami perbedaan keyakinan iman sebagai anugerah Tuhan yang indah.

"Di Ende, daerah asal saya, seorang calon Pastor Katolik tinggal bersama anak-anak Pesantren selama dua tahun. Mereka hidup bersama dalam keindahan dan kekaguman terhadap perbedaan agama: saling belajar dan saling menolong. Bahkan di NTT, anak seorang Haji menjadi Pastor Katolik tanpa ada provokasi. Ketika saudara-saudari kami merayakan Hari Raya Idul Fitri, para pemuda dan umat Kristiani gotong royong membersihkan Masjid dan menjaga keamanan beribadah. Dalam keluarga saya juga memiliki perbedaan keyakinan, tapi kami tidak pernah menganggap perbedaan tersebut sebagai petaka yang memisahkan atau menimbulkan kebencian," paparnya.

Karena itu, Ansy menilai konten ceramah Somad tidak hanya menghina iman kepercayaan pemeluk kristiani, tetapi juga melakukan penistaan agama. Kristen adalah agama yang secara resmi diakui negara.

"Somad jelas-jelas melawan Pancasila karena menebar permusuhan dengan merendahkan dan menghina agama lain. Negara mesti tegas terhadap hal ini," ujarnya.

Penghinaan Somad terhadap salib, lanjut Ansy, juga merupakan sebentuk kegagalan memahami simbolisme salib. Dalam istilah Katolik dikenal, PAR CRUCEM AD LUCEM. Artinya, melalui salib menuju cahaya. Kebenaran menjadi cahaya yang bersinar dalam kegelapan. Salib itu sendiri adalah lambang jalan penderitaan sekaligus kemenangan. Yesus memilih berkorban di Kayu Salib untuk mengangkat manusia yang hina untuk kembali ada bersama Allah yang mulia.

Baca: Ceramah UAS Cederai Semangat Jaga Toleransi

"Salib bukan hanya simbol penyelamatan, tetapi suatu imperatif moral untuk berpartisipasi mewujudkan nilai-nilai kasih, keadilan, kebenaran, kejujuran, dan kemanusiaan. Salib adalah perintah untuk melawan penindasan dan eksploitasi. Salib adalah perintah untuk bersolidaritas terhadap kaum miskin dan tertindas," jelasnya.

Ansy meyakini umat kristiani akan memaafkan pelecehan ini. Pelecehan tidak akan menggoyahkan keyakinan iman umat Kristiani. Ajaran kristiani sangat menekankan semangat cinta kasih dan pengampunan.

Bahkan, Yesus Kristus mengajarkan untuk mengampuni orang lain sebanyak tujuh puluh kali tujuh kali. Amor vincit omnia, kasih mengalahkan segalanya. Bahkan Yesus Kristus mengajarkan untuk mendoakan mereka yang memusuhi kita.

"Penghinaan ini tidak akan meruntuhkan iman kami. Dipuji maupun dihina, Yesus Kristus tetap Allah karena Ia sudah dengan sendirinya mulia," kata Ansy.

Baca: Tanggapi Ceramah UAS, Masyarakat Diminta Berpikir Jeli

Namun, Ansy menyerukan agar negara hadir untuk memberikan tindakan tegas terhadap pernyataan Somad, sekaligus untuk memberikan rasa keadilan kepada masyarakat Indonesia yang berbhineka. Jangan sampai ada kesan negara bersikap diskriminatif, setengah hati atau tebang pilih dalam melindungi dan memastikan hak-hak beragama.

"Sebagai warga negara, perilaku Somad harus dituntut pertanggungjawabannya melalui mekanisme hukum berkeadilan agar tidak sembarang menista agama lain. Tindakan tegas berdasarkan hukum perlu diberikan kepada perusak persatuan bangsa," pungkasnya.

Quote