Pulang Pisau, Gesuri.id – Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Edoardus Kaize, menegaskan perlunya langkah cepat dan terkoordinasi dalam penyelesaian status lahan desa di Kalimantan Tengah (Kalteng) yang hingga kini masih terjebak dalam kawasan hutan produksi bahkan hutan lindung.
Hal tersebut disampaikan Edoardus saat kunjungan kerja Komisi IV DPR RI di Desa Garung, Kabupaten Pulang Pisau, akhir September lalu. Ia menyebut persoalan legalitas lahan bukan hanya masalah administratif, tetapi juga menyangkut hak hidup masyarakat desa yang sudah lama menetap dan menggantungkan penghidupan di wilayah tersebut.
“Kalau kantor gubernur saja masuk kawasan hutan, tentu harus dikeluarkan. Kehidupan masyarakat di kawasan hutan juga harus diatur agar tidak tercekik oleh aturan,” tegas Edoardus yang juga Ketua DPD PDI Perjuangan Papua Selatan.
Politisi PDI Perjuangan itu menilai, akar persoalan lambannya legalitas lahan di Kalteng ada pada kurangnya sinergi lintas kementerian dan lembaga. Ia mendorong agar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Pertanian, serta pemerintah daerah dapat membangun sistem inventarisasi lahan yang terintegrasi dan berbasis data faktual lapangan.
“Ini perlu kerja bersama, jangan sampai masyarakat menjadi korban dari tumpang tindih kebijakan. Pemerintah pusat dan daerah harus satu peta dan satu langkah,” ujar Legislator asal Dapil Papua Selatan tersebut.
Sementara itu, Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan KLHK, Ade Tri Aji Kusumah, mengakui masih banyak desa yang secara administratif tercatat sebagai kawasan hutan, padahal di dalamnya sudah terdapat permukiman, fasilitas umum, hingga kantor pemerintahan.
Ia menjelaskan, sejak 2014 pemerintah telah menjalankan program Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan (PPTKH) dengan luas sekitar 21 ribu hektare di Kabupaten Pulang Pisau. Melalui aplikasi Tapal 21, fasum atau fasos yang sudah berdiri minimal lima tahun dapat dikeluarkan dari kawasan hutan menjadi Area Penggunaan Lain (APL).
Adapun lahan yang telah digarap masyarakat selama lebih dari 20 tahun akan diproses lebih lanjut untuk legalisasi, sementara lahan yang baru digarap kurang dari dua tahun akan diarahkan ke program Perhutanan Sosial dengan sertifikat hak kelola.
Edoardus berharap, langkah-langkah tersebut tidak berhenti di tataran teknis, tetapi segera diwujudkan di lapangan. “Keadilan sosial yang diperjuangkan PDI Perjuangan harus dirasakan oleh masyarakat desa, termasuk dalam hal kepastian hak atas tanah mereka,” pungkasnya.