Ikuti Kami

Adian Pertanyakan CSR Perusahaan Migas dari Cost Recovery

Diberondong pertanyaan kritis dari anggota Komisi VII DPR RI, wajah Amien terlihat tegang. Dirinya lebih banyak diam.

Adian Pertanyakan CSR Perusahaan Migas dari Cost Recovery
Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Adian Napitupulu

Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Adian Napitupulu menanggapi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) yang hanya fokus pada tujuan operasi tidak mengindahkan tanggung jawab perusahaan atas CSR.

Hal itu diungkapkan Adian dalam Rapat Komisi VII dengan Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi, akhir Mei 2018 kemarin. 

Aktivis Reformasi tahun 1998 itu menyoroti soal tidak jelasnya program CSR yang dibayar melalui dana cost recovery. 

"Ingat, rakyat yang tidak terkena dampak atau tinggal di lokasi dekat industri migas, harus menanggung CSR. Karena mereka ikut membayar cost recovery. Namun mereka tidak merasakan program CSR. Ini jelas tidak adil," paparnya.

Diberondong pertanyaan kritis dari anggota Komisi VII DPR RI, wajah Amien terlihat tegang. Dirinya lebih banyak diam. Apalagi ketika dimintai data program CSR tahun 2016 namun tidak siap.

"Yang 33 itu seluruhnya untuk daerah operasi. Pada pelaksanaan hanya bisa yang berwarna merah," kesal wakil rakyat Dapil Kabupaten Bogor itu.

Adian heran, kalau yang diutamakan sudah dipenuhi, bagaimana kita penuhi yang tidak dipenuhi.

"Rekomendasi saya, buat audit investigasi dan tindaklanjuti, pak Amin yang merendahkan lembaga negara dan laporkan kepada MKD," paparnya.

Kalau Ketua SKK Migas bilang ada yang diutamakan sudah terselesaikan, lanjut Adian, berarti sisanya 8 juta Dollar.

"Boleh tidak 8 juta Dollar untuk wilayah di luar wilayah operasi?" tanyanya.

Adian menanyakan, apakah yang diutamakan sudah terpenuhi? Kalau sudah berarti tersisa 8 juta Dollar boleh tidak di luar daerah operasi?

"Tahun 2017 yang terserap hanya 46%, lalu yang 54% kemana? Penyerapan dalam tanggung jawab sosial. Jadi kita punya banyak istilah, TJS, CDR dan CD. Tapi tidak ada sinkron ini pak," ujarnya.

Lebih lanjut ia mengatakan, terdampak tidak terdampak? ikut membiayai cost recovery itu, tidak hanyan yang terdampak atau tidak di daerah operasi.

"Sesuai dengan Peraturan UU, faktor keutamaan tahun 2016 itu sudah dipenuhi. Harusnya bisa, jangan kemudian permisi terus karena ketiadaan data ini kalo dijumlahkan bisa sampai 2 Triliun dalam 4 tahun," kesal Adian.

Adian mempertanyakan, kenapa perusahan minyak yang mengelola banyak minyak tidak siap data.

 "Sepemahaman saya, community development masuk dalam cost recovery," imbuhnya.

Jadi, lanjut dia, community development itu adalah bagian dari CSR, tapi jika ditanya boleh tidak CSR ditanggung oleh negara? Jawabannya boleh tapi harus memikirkan hal lain juga

"Kalau mau menyimpulkan, saya sarankan kita menyimpulkan CSR itu keluar dari cost recovery. Ini yang menurut saya tidak fair. Daerah yg tidak memiliki wilayah operasi ikut membayar dana CSR."

Lebih lanjut Adian mengungkapkan, negara uangnya dri rakyat, rakyat yang mana? Misalnya CSR ada di suatu daerah lalu apakah daerah itu yang membayar atau mana? 

"Artinya rakyat yang tidak menikmati minyak itu ikut membayar cost recovery dan ini yang menurut saya tidak adil. Cost recovery dibayar oleh siapa? Oleh negara kan? artinya daerah yang tidak memiliki daerah operasi minyak maka ikut membayar dan memiliki dana CSR nya," tandas Adian.

Sementara dalam kesempatan itu, SKK Migas memaparkan data: untuk tahun 2016 ada 33 juta US Dollar. Pada 2017 anggaran 34 juta US dollar dan realisasinya 23 juta Dollar.

Quote