Jakarta, Gesuri.id - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Aria Bima menegaskan pihaknya akan meminta penjelasan resmi dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terkait Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 79 Tahun 2025 yang menetapkan Ibu Kota Nusantara (IKN) sebagai ibu kota politik pada 2028.
Menurut Aria Bima, DPR perlu memahami secara menyeluruh dasar hukum dan implikasi kebijakan tersebut.
“Segera saja kita akan tanyakan kepada mitra kami yang paling tepat Kemendagri. Apakah istilah ini punya substansi dalam Undang-Undang atau hanya sebatas istilah, kita perlu tahu background-nya,” kata politisi PDI Perjuangan itu, dikutip pada Senin (22/9/2025).
Aria Bima menekankan bahwa DPR akan mengagendakan rapat khusus bersama Kemendagri untuk mendalami maksud dan konsekuensi penggunaan istilah “ibu kota politik” dalam Perpres tersebut.
Ia menyebut transparansi pemerintah sangat penting agar publik tidak salah paham mengenai status IKN di masa depan.
Keputusan pemerintah menetapkan IKN sebagai ibu kota politik tertuang dalam Perpres Nomor 79 Tahun 2025 tentang Pemutakhiran Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2025 yang diundangkan pada 30 Juni 2025. Dalam peraturan itu disebutkan bahwa pada 2028 fasilitas tiga pilar negara—eksekutif, legislatif, dan yudikatif—harus sudah tersedia di IKN.
Kepala Staf Kepresidenan Muhammad Qodari menjelaskan penetapan IKN sebagai ibu kota politik tidak berarti Indonesia akan memiliki beberapa ibu kota dengan fungsi berbeda.
“Sebetulnya bukan berarti kemudian akan ada Ibu Kota Politik lalu ada Ibu Kota Ekonomi, Ibu Kota Budaya, dan seterusnya. Nggak begitu maksudnya,” kata Qodari di Gedung Bina Graha, Jakarta, Senin (22/9/2025).
Menurut Qodari, langkah ini memastikan bahwa pada 2028 semua fasilitas sidang, baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, sudah siap digunakan di IKN.
“Kalau mau sidang, sudah terpenuhi. Eksekutif ada, legislatif ada, dan yudikatif ada,” ujarnya.
Presiden Prabowo Subianto sebelumnya menekankan pemindahan ke IKN sebagai upaya mewujudkan ibu kota politik yang terintegrasi.
“Perencanaan dan pembangunan kawasan, serta pemindahan ke IKN dilaksanakan untuk mendukung terwujudnya ibu kota politik di tahun 2028,” bunyi Perpres tersebut.
Sejarah pemindahan ibu kota Indonesia sendiri tidak muncul tiba-tiba. Gagasan pemindahan pusat pemerintahan sudah dicetuskan sejak era Presiden Soekarno pada 1957 ketika Bung Karno merencanakan Palangkaraya sebagai pusat pemerintahan baru. Namun rencana itu tertunda karena situasi politik dan ekonomi pada masa itu.
Aria Bima menegaskan, DPR ingin memastikan seluruh tahapan pemindahan ibu kota dilakukan sesuai landasan hukum dan tetap menjaga stabilitas politik nasional. Menurutnya, kejelasan istilah dan konsep sangat penting agar masyarakat tidak bingung terkait fungsi dan status IKN setelah 2028.