Jakarta, Gesuri.id - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Aria Bima, menyoroti narasi warganet yang merekam denyut perlawanan rakyat dari daerah. Ia menyebut, tulisan warga bisa menjadi cermin keresahan sosial sekaligus kekuatan solidaritas masyarakat.
"Ada lagi yang saya baca, seorang warganet lain yang menulis, pati bicara, kesombongan yang menyala, membakar api perubahan dari sawah ke Alun-Alun. Inilah cerita perlawanan kota suni," kata Aria Bima, dikutip pada Kamis (4/9/2025).
Menurutnya, kalimat tersebut memiliki makna mendalam. "Kalau kita lihat dari kacamata batin, kalimat ini puitis, tapi juga getir, karena di baliknya ada ribuan langkah kaki menuju Alun-Alun yang dipersiapkan sudah berhari-hari," ucapnya.
Ia menegaskan bahwa langkah massa bukanlah untuk keramaian semata.
"Bukan untuk berpesta ke Alun-Alun, tapi untuk protes kepada kepala daerahnya. 50 ribu? Silahkan. Yang datang 100 ribu? Silahkan," ungkapnya.
Aria Bima menyoroti peran solidaritas masyarakat, khususnya perempuan.
"Ibu-ibu memasak, membagi nasi, menyelipkan cinta pada setiap bungkus nasi, makanan untuk para peserta aksi," jelasnya.
Bahkan, menurutnya, warganet lain juga menyoroti kontribusi kaum perempuan. "Satu warganet lainnya ikut menulis, peran perempuan dalam gerakan bisa dimulai dari pati. Begitulah kawan-kawan, perlawanan kadang lahir dari dapur-dapur kecil yang penuh kasih," tuturnya.
Namun, ia juga mengingatkan sisi lain yang menyayat hati. "Tapi ada pula sisi yang membuat dadah sesak. Gas air mata ditembakkan, warga berlarian, ambulan melintas membawa korban," jelasnya.
Aria Bima pun mempertanyakan cara pemerintah daerah merespons aspirasi rakyat.
"Apakah ini wajah dialog? Apakah ini cara merawat kepercayaan rakyat yang diberikan mandat lewat pemilihan langsung untuk memilih kepala daerah di 508 kabupaten, kota di Indonesia?" pungkasnya.