Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi II DPR RI, Deddy Yevri Hanteru Sitorus, menyatakan ketidaksetujuannya terhadap keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang menutup akses publik terhadap dokumen pasangan calon presiden dan calon wakil presiden.
Keputusan itu tertuang dalam Keputusan KPU Nomor 731 Tahun 2025 yang menetapkan bahwa dokumen persyaratan capres-cawapres kini menjadi informasi yang dikecualikan dan tak lagi bisa diakses bebas oleh masyarakat.
Menurut Deddy, kebijakan tersebut tidak seharusnya diterapkan karena berpotensi melanggar hak publik untuk memperoleh informasi.
"Itu melanggar hak publik untuk mendapatkan informasi yang sebenarnya itu tidak bersifat rahasia," kata Deddy, pada Senin (15/9/2025).
Politisi PDI Perjuangan itu menegaskan bahwa keterbukaan dokumen capres-cawapres merupakan bagian dari pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Ia mengingatkan bahwa pejabat publik seharusnya bersikap transparan terhadap informasi yang berkaitan dengan jabatan yang mereka emban.
"Bisa diakses publik itu kan bentuk dari hak warga negara (agar) enggak membeli kucing dalam karung," tuturnya.
Deddy mengungkapkan bahwa terdapat 16 jenis dokumen persyaratan yang kini dikecualikan, antara lain fotokopi ijazah, surat keterangan catatan kepolisian (SKCK), daftar riwayat hidup, surat keterangan kesehatan, laporan harta kekayaan pribadi (LHKP), hingga rekam jejak bakal calon.
Menurutnya, sebagian dokumen memang dapat dikecualikan karena sifatnya rahasia. Namun ia menilai beberapa dokumen, seperti ijazah, seharusnya tetap menjadi dokumen publik.
"Kalau ijazah dan segala macam itu seharusnya dokumen publik kalau dia menjabat posisi pejabat publik," ucapnya.
Sementara itu, Ketua KPU Mochammad Afifuddin menjelaskan bahwa keputusan tersebut telah melalui uji konsekuensi sesuai dengan Peraturan KPU Nomor 11 Tahun 2024 tentang Pengelolaan dan Pelayanan Informasi Publik.
Afif menegaskan bahwa penutupan akses dilakukan untuk mencegah dampak negatif yang mungkin timbul jika dokumen tersebut dibuka secara bebas.
"KPU memandang ada konsekuensi bahaya bila informasi dokumen persyaratan capres dan cawapres dibuka," ujarnya.
Afif menambahkan, pengecualian 16 dokumen tersebut berlaku selama lima tahun, namun informasi tersebut bisa dibuka jika calon memberikan persetujuan tertulis atau jika keterbukaan informasi diperlukan karena jabatan publik yang diemban.
Meski demikian, Deddy menegaskan bahwa DPR akan terus mengawal kebijakan ini agar tetap selaras dengan prinsip keterbukaan informasi publik. Menurutnya, transparansi adalah kunci menjaga kepercayaan rakyat terhadap proses demokrasi dan pemilu.