Ikuti Kami

I Wayan Sudirta Minta Kajian Mendalam soal Penghapusan Pidana Minimum Narkotika

Wayan Sudirta meminta pembahasan mendalam dan berbasis data terkait wacana penghapusan pidana minimum khusus dalam tindak pidana narkotik

I Wayan Sudirta Minta Kajian Mendalam soal Penghapusan Pidana Minimum Narkotika
Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDI Perjuangan I Wayan Sudirta - Foto: Istimewa

Jakarta, Gesuri.id – Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDI Perjuangan I Wayan Sudirta meminta pembahasan mendalam dan berbasis data terkait wacana penghapusan pidana minimum khusus dalam tindak pidana narkotika agar kebijakan yang lahir tidak menimbulkan persoalan pada tahap implementasi.

Hal itu disampaikan I Wayan Sudirta dalam Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi III DPR RI bersama Wakil Menteri Hukum dan HAM RI, DPP Gerakan Nasional Anti Narkotika (Granat), serta Jaringan Reformasi Kebijakan Narkotika (JRKN) di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (2/12).

Menurut Wayan, Komisi III DPR membuka ruang dialog seluas-luasnya dengan pemerintah dan masyarakat sipil untuk menyerap masukan substantif, khususnya terkait isu krusial penghapusan pidana minimum bagi pengguna atau penyalahguna narkotika.

“Salah satu isu krusial adalah penghapusan pidana minimum khusus. Kami mohon para narasumber bisa meyakinkan kami dengan data dan argumen yang lebih lengkap, agar niat baik ini tidak menimbulkan persoalan di kemudian hari,” ujar Wayan.

Ia menegaskan, penghapusan pidana minimum perlu dikaji dari dua sisi, yakni sebagai terobosan pendekatan restoratif sekaligus potensi risiko melemahnya efek jera jika tidak dirancang dengan cermat.

“Kita harus memastikan apakah ini benar-benar lompatan kemajuan dalam pendekatan restoratif, atau justru berpotensi mengurangi deterrent effect. Ini perlu pemikiran yang sangat mendalam,” tegas politisi PDI Perjuangan tersebut.

Wayan juga membagikan pengalaman Komisi III DPR RI saat melakukan kunjungan kerja ke Portugal yang dinilai berhasil menerapkan pendekatan rehabilitasi bagi pengguna narkotika, sementara sanksi berat difokuskan pada pengedar.

“Portugal konsisten merehabilitasi pengguna dan menghukum berat pengedar. Hasilnya, penggunaan narkoba menurun, angka kejahatan juga menurun. Negara-negara Eropa Barat kemudian mengikuti pola tersebut,” ungkapnya, seraya menekankan perlunya kehati-hatian jika Indonesia ingin mengadopsi pendekatan serupa.

Selain itu, Wayan menekankan pentingnya tindak lanjut pasca-pengesahan RUU penyesuaian pidana dengan merevisi Undang-Undang Narkotika dan Psikotropika secara komprehensif.

Ia juga meminta masukan konkret terkait penguatan mekanisme assessment terpadu serta perlunya jaminan hukum agar pengguna narkotika benar-benar mendapatkan rehabilitasi, bukan pemenjaraan.

“Perlu dipikirkan apakah dalam RUU atau aturan pelaksanaannya harus ada jaminan agar pengguna mendapatkan rehabilitasi. Kami mohon masukan dengan argumentasi sekuat-kuatnya,” pungkas I Wayan Sudirta.

Quote