Ikuti Kami

Matikan Demokrasi & Kebebasan Berpendapat, Suharto Tidak Layak Jadi Pahlawab Nasional

Eko Suwanto Sebut Rakyat Tidak Lupa Gerakan Reformasi, Suharto Tidak Pantas Jadi Pahlawan Nasional.

Matikan Demokrasi & Kebebasan Berpendapat, Suharto Tidak Layak Jadi Pahlawab Nasional
Ketua Komisi A DPRD DIY, Eko Suwanto.

Jakarta, Gesuri.id - 20 Mei 1998 masih dalam ingatan rakyat. Sejarah, peristiwa heroik Pisowanan Ageng yang dihadiri rakyat, termasuk mahasiswa dan warga.

Dalam catatan sejarah, Sultan Hamengku Buwono X hadir dan menyampaikan Maklumat yang isinya mendukung reformasi total.

Baca: Ganjar Ingatkan Pemerintah Program Prioritas dengan Skala Masif

Berikut isi MAKLUMAT SRI SULTAN HAMENGKU BUWONO X DAN K.G.P.A.A. PAKU ALAM VIII

Kami, SRI SULTAN HAMENGKU BUWONO X dan K.G.P.A.A. PAKU ALAM VIII, atas dasar tradisi kejuangan yang dijiwal oleh asas kerakyatan yang murni serta dengan berpegangan pada Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 dan Maklumat Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan K.G.P.A.A. PAKU ALAM VIII tanggal 5 September 1945, menyatakan bahwa:
1. Kami mengajak masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta dan seluruh rakyat Indonesia, untuk bersama kami mendukung Gerakan Reformasi dan memperkuat kepemimpinan nasional yang sungguh-sungguh memihak rakyat.
2. Kami mengajak seluruh ABRI dalam persatuan yang kuat untuk melindungi rakyat dan Gerakan Reformasi sebagai wujud kamanunggalan ABRI dan Rakyat.
3. Kami mengajak semua lapisan dan golongan masyarakat di Daerah Istimewa Yogyakarta dan seluruh Indonesia untuk menjaga kesatuan dan persatuan bangsa dan mencegah setiap tindakan anarkis yang melanggar moral Pancasila.
4. Kami menghimbau masyarakat di Daerah Istimewa Yogyakarta dan seluruh Indonesia untuk berdoa menurut agama dan kepercayaan masing-masing untuk keselamatan Negara dan Bangsa.
20 Mei 1998
Yogyakarta, Rabo Kliwon- 23 Sura 1931
KARATON NGAYOGYAKARTA HADININGRAT
SRI SULTAN HAMENGKU BUWONO X
KADIRATEN PAKU ALAMAN
K.G.P.A.A. PAKU ALAM VIII

Baca: Ganjar Pranowo Tekankan Pentingnya Kritik

Eko Suwanto menegaskan momen sejarah aksi damai itu menjadi peristiwa politik penting dalam gerakan reformasi. Beberapa saat setelah gerakan moral ini, sejarah mencatat Suharto tumbang, mengundurkan diri dan rezim Orde Baru berakhir. 

"Kewajiban sejarah, sebagai bagian dari sejarah yang ikut melihat, merasakan dan mendengar suasana bathin gerakan reformasi, kita harus sampaikan bahwa suasana hati rakyat mengatakan dari hatinya yang terdalam bahwa Suharto tidak pantas menjadi pahlawan," kata Eko Suwanto, Ketua Komisi A DPRD DIY, Senin, 10/11/2025.

Eko Suwanto, alumni MEP UGM menegaskan pentingnya pemerintah menjaga etik dan moral, utamanya dalam memberikan gelar pahlawan.

"Saat Soeharto berkuasa memimpin 32 tahun ada warisan buruk yang dicatat sejarah yaitu sosok pemimpin yang punya kebijakan politik membuat matinya demokrasi, kebebasan berpendapat diberangus. Wah kalau Suharto masih berkuasa, saat ini kaum muda tidak akan mendapatkan akses bacaan maupun kebebasan berekspresi baik dalam tulisan maupun video. Termasuk media juga paska reformasi mendapatkan kesempatan menulis. Dalam catatan sejarah juga bagaimana praktek kapitalisme yang ditandai dengan liberalisasi ekonomi, salah satunya penanaman modal asing. Soehato memiliki rekaman kekuasaan kelam dalam kepemimpinan dirinya kala jabat sebagai Presiden RI, yang akhirnya harus mundur karena tak lagi dipercaya rakyat," kata Eko Suwanto.

Quote