Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Mufti Aimah Nurul Anam, menyatakan dukungannya terhadap percepatan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset.
Ia menilai regulasi ini akan menjadi instrumen penting dalam pemulihan aset negara sekaligus upaya menutup ruang gerak mafia ekonomi.
“Saya setuju RUU ini segera dijalankan kembali dan disahkan. Kita tidak mau mafia mengangkangi negara kita,” kata Mufti dalam Rapat Kerja Komisi VI DPR RI bersama Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) di Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis (4/9/2025).
Ia menegaskan, RUU ini tidak hanya menyasar pengembalian kerugian negara akibat korupsi, tetapi juga harus memastikan masyarakat beritikad baik tidak ikut dirugikan.
Mufti memberi contoh, konsumen yang membeli rumah dengan cicilan panjang tak seharusnya kehilangan hak hanya karena pengembang terjerat kasus hukum.
“Kalau kasus besar seperti BLBI kembali diusut, lalu bank besar seperti BCA terseret, apakah dana nasabah bisa disita? Itu bisa menghancurkan kepercayaan publik,” tegas politisi Fraksi PDI Perjuangan itu.
RUU Perampasan Aset sendiri telah lama masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dan kini kembali diprioritaskan. Naskah akademik yang disusun Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) menjelaskan bahwa RUU ini akan memperkuat mekanisme Non-Conviction Based Asset Forfeiture (NCBAF) atau perampasan aset in rem.
Dengan mekanisme itu, pemblokiran, penyitaan, hingga penyerahan aset ke negara bisa lebih cepat dilakukan, meski tetap harus mendapat persetujuan hakim dalam sidang terbuka. Data Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat, kerugian negara akibat korupsi mencapai triliunan rupiah setiap tahun. Meski Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memulihkan puluhan triliun aset dalam beberapa tahun terakhir, jumlahnya masih jauh dari total kerugian.
Karena itu, Mufti menilai penting adanya harmonisasi antara DPR, pemerintah, KPK, OJK, BPKN, serta kementerian terkait agar regulasi ini benar-benar seimbang. Di satu sisi cukup kuat untuk menjerat mafia ekonomi, namun di sisi lain mampu melindungi konsumen maupun pihak ketiga yang memiliki hak sah.
“RUU ini harus menjadi tonggak dalam memberantas mafia ekonomi sekaligus melindungi rakyat kecil. Kalau hanya satu sisi yang ditangani, negara bisa kehilangan legitimasi,” pungkasnya.