Ikuti Kami

My Esti Tegaskan Isu Penghapusan Tunjangan Guru Tidak Benar

My Esti menjelaskan, bahwa revisi UU tersebut menjadi prioritas karena telah lebih dari dua dekade tidak mengalami pembaruan.

My Esti Tegaskan Isu Penghapusan Tunjangan Guru Tidak Benar
Wakil Ketua Komisi X DPR RI, My Esti Wijayati.

Jakarta, Gesuri.id - Wakil Ketua Komisi X DPR RI, My Esti Wijayati menegaskan, bahwa kabar mengenai penghapusan tunjangan guru tidak benar.

“Saya harus menyampaikan bahwa berita itu sungguh tidak benar,” tegasnya saat melakukan kunjungan kerja spesifik ke Kantor Balai Guru dan Tenaga Kependidikan (BGTK) Provinsi Kalimantan Barat, di Kecamatan Jungkat, Kabupaten Mempawah, Rabu (19/11).

My Esti menjelaskan, isu yang beredar tersebut bermula dari pembahasan terkait wacana penyatuan tunjangan guru ke dalam pendapatan utama. Namun wacana itu dinilai berpotensi menimbulkan sejumlah kendala, sehingga tidak dapat dilanjutkan.

Baca: Ganjar Pranowo Tak Ambil Pusing

“Yang kemarin menjadi pemikiran itu sebenarnya tunjangan guru itu akan disatukan menjadi pendapatan. Sehingga itu otomatik. Tetapi ternyata itu akan mengalami kendala berbagai hal. Maka kami pastikan bahwa tidak ada penghilangan tunjangan guru apapun itu. Semuanya tetap masuk menjadi bagian dari target kesejahteraan guru,” jelasnya.

Selain meluruskan isu soal tunjangan, kunjungan Komisi X DPR RI ke Kalbar juga membahas tentang penyusunan revisi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas).

My Esti menjelaskan, bahwa revisi UU tersebut menjadi prioritas karena telah lebih dari dua dekade tidak mengalami pembaruan, sementara kondisi pendidikan telah banyak berubah.

Tujuan kunker ini adalah untuk menghimpun masukan dari berbagai pemangku kepentingan bidang pendidikan dasar hingga menengah. Masukan tersebut akan menjadi landasan bagi penyempurnaan rumusan RUU agar lebih komprehensif, realistis, dan mampu menjawab tantangan aktual dalam dunia pendidikan.

“Komisi X DPR RI berkomitmen menerapkan prinsip meaning full participation dalam penyusunan RUU Sisdiknas. Karena itu, kami harus mendengar langsung suara para pemangku kepentingan,” ujarnya.

My Esti menjelaskan, bahwa revisi UU Sisdiknas nantinya akan menggunakan sistem kodifikasi. Artinya, beberapa undang-undang terkait pendidikan akan dilebur ke dalam satu regulasi terpadu.

“Dalam sistem kodifikasi, Undang-Undang Pesantren masuk, Undang-Undang Guru dan Dosen masuk, Undang-Undang Perguruan Tinggi masuk, termasuk UU Sisdiknas itu sendiri. Semuanya akan mencakup hal-hal yang memang sangat dibutuhkan,” tuturnya.

Ia menambahkan, tantangan terbesar dalam proses ini adalah keselarasan dengan pemerintah, terutama terkait undang-undang mana saja yang akan digabungkan. Komisi X juga berencana mengundang Kementerian Agama untuk mendalami pembahasan terkait UU Pesantren.

Terkait isu perlindungan guru dan peserta didik, termasuk penanganan perundungan (bullying) dan kekerasan seksual, My Esti menegaskan, bahwa substansi tersebut sudah tercantum dalam draft RUU. Namun ke depan perlu diperjelas agar tidak menimbulkan multi tafsir.

“Sudah ada, hanya mungkin nanti perlu diperinci kembali, agar perlindungan terhadap guru maupun siswa benar-benar jelas dan tidak semua diserahkan pada peraturan pemerintah,” katanya.

Baca: Ganjar Ingatkan Anak Muda Harus Jadi Subjek Perubahan

Ia memahami kekhawatiran para guru yang menginginkan aturan perlindungan diatur secara detail dalam undang-undang, bukan dilepas menjadi aturan turunan.

“Sebisa mungkin hal-hal yang sifatnya mikro kita masukkan ke dalam undang-undang. Ini menjadi harapan besar dunia pendidikan karena 22 tahun tidak terjadi perubahan, sementara kondisinya sudah sangat berbeda,” tambahnya.

Meski Komisi X DPR RI sempat menargetkan penyelesaian RUU Sisdiknas pada masa sidang ini, My Esti mengakui bahwa banyaknya masukan sehingga membuat prosesnya kemungkinan mundur.

“Harapannya masa sidang ini. Tetapi melihat masukan yang berkembang, kita masih membutuhkan waktu sedikit lebih lama. Mungkin masa sidang berikutnya,” ujarnya.

Quote