Ikuti Kami

WALHI: Korupsi Ekologis Adalah Kejahatan yang Menghancurkan Bangsa Secara Sistematis

Korupsi ekologis terjadi melalui rantai praktik ilegal yang melibatkan korporasi dan pejabat dari tingkat kabupaten hingga pusat

WALHI: Korupsi Ekologis Adalah Kejahatan yang Menghancurkan Bangsa Secara Sistematis
Aktivis WALHI Uli Arta Siagian - Foto: DPP PDI Perjuangan

Jakarta, Gesuri.id – Aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Uli Arta Siagian menegaskan, korupsi di sektor sumber daya alam merupakan ancaman serius bagi keberlanjutan lingkungan dan masa depan bangsa. Ia menyebut praktik tersebut sebagai “korupsi ekologis”, yakni kejahatan yang tidak hanya merugikan negara secara finansial tetapi juga menghancurkan ekosistem dan kehidupan masyarakat.

Hal itu ia sampaikan dalam Seminar Nasional Hari Antikorupsi Sedunia di Sekolah Partai DPP PDI Perjuangan, Selasa (9/12).

Menurut Uli, korupsi ekologis terjadi melalui rantai praktik ilegal yang melibatkan korporasi dan pejabat publik, mulai dari tingkat kabupaten hingga nasional. Bentuk-bentuknya antara lain penyuapan, perubahan status kawasan hutan, manipulasi Amdal, hingga pembiaran pembalakan liar dan tambang ilegal.

“Di Sumatera Utara dan Sumatera Barat, bukti pembalakan liar jelas terlihat. Kayu-kayu siap jual terbawa banjir sampai ke hilir. Ini bukan fenomena alam. Ini akibat kejahatan yang dibiarkan,” tegasnya.

Uli menjelaskan bahwa banyak perusahaan sengaja melakukan land clearing ilegal, lalu berharap pemerintah membuka celah legalisasi melalui revisi tata ruang atau regulasi baru. Hal ini berdampak pada maraknya kebun sawit dalam kawasan hutan seluas 3,4 juta hektare.

Lebih jauh, Uli menyoroti lemahnya penegakan hukum lingkungan. Selama bertahun-tahun, korporasi yang melanggar dibiarkan tanpa sanksi tegas, bahkan mendapatkan kesempatan administratif berulang kali untuk “membereskan izin”. “Budaya hukum kita justru memberi ruang bagi pelanggaran terus-menerus,” katanya.

Ia menilai korupsi SDA telah merusak hutan Indonesia yang merupakan salah satu paru-paru dunia. Jika tidak ada perbaikan sistem, Uli memperingatkan bahwa Indonesia turut mempercepat krisis ekologis global. “Kalau hutan Indonesia habis, dunia akan kehilangan salah satu sumber oksigen terbesar,” ucapnya.

Uli menegaskan bahwa dampak korupsi ini tidak hanya kerugian negara, tetapi kerugian masyarakat—mulai dari kehilangan tempat tinggal, sumber penghidupan, hingga meningkatnya risiko bencana. “Ini bukan sekadar kerugian triliunan rupiah. Ini kerugian manusia,” ujarnya.

Uli menyerukan pentingnya reformasi total kebijakan, termasuk penghentian pemutihan pelanggaran, memperkuat instrumen Amdal, hingga menegakkan hukum atas korporasi dan pejabat yang terlibat. “Selama negara tidak melakukan reformasi sistem, kerusakan lingkungan dan pelanggaran HAM akan terus terjadi. Ini saatnya negara berpihak pada manusia dan alam,” tutupnya.

Quote