Ikuti Kami

Di Pemilu, Selalu Ada Oknum Partai Ciptakan Isu SARA

Dinamika dari para pendukung yang bisa saja ada koordinasi diam-diam dari unsur tim resmi, atau secara spontan.

Di Pemilu, Selalu Ada Oknum Partai Ciptakan Isu SARA
Politikus PDI Perjuangan Budiman Sudjatmiko.

Jakarta, Gesuri.id - Politikus PDI Perjuangan Budiman Sudjatmiko mengatakan, hampir di setiap penyelenggaraan pemilu atau pilkada akan selalu hadir dinamika antarpendukung masing-masing calon.

"Dinamika dari para pendukung yang bisa saja ada koordinasi diam-diam dari unsur tim resmi, atau secara spontan muncul bahwa ada sebagian pemilih bukan berpikir gimana mendapatkan pemimpin yang baik untuk kelompokku, negaraku. Tapi untuk mengeluarkan aspirasi-aspirasi yang tertimbun di bawah sadar," ujar Budiman dalam sebuah diskusi virtual di Jakarta, baru-baru ini.

Ia mengungkapkan teknologi dan media sosial saat ini tidaklah asing untuk digunakan sebagai tempat berdiskusi dan mengeluarkan gagasan politik. Tetapi, turut dimanfaatkan untuk kampanye hitam (black campaign).

Baca: Kapitra Ampera Tegaskan Deklarasi KAMI Tindakan Makar

"Kenapa? Karena media sosial enggak ada pertanggungjawaban sosial. Media sosial sebenernya memberikan ruang yang hampir tak terbatas bagi aspirasi-aspirasi atau ungkapan gagasan, dukungan, kebencian, ketakutan yang enggak bisa dipertanggungjawabkan secara sosial lewat medsos," jelas dia.

Budiman kemudian mencontohkan fenomena buzzer yang disewa timses calon kepala daerah. Biasanya, kelompok buzzer yang kebanyakan diisi anak-anak muda akan diminta membuat akun dalam jumlah besar, lalu memainkan akun-akun mereka. Sehingga, seolah-olah mereka adalah masyarakat yang sedang menyambut perhelatan politik.

Lewat media sosial itu juga, mereka akan menyebarkan berbagai isu, salah satunya dengan membuat ucapan kebencian, sehingga bisa memengaruhi calon pemilih.

"Partai politik tidak akan terang-terangan memforsir isu kebencian, ras, atau agama. Tapi selalu ada saja jaringan pendukung masif, simpatisan, berkoordinasi dengan oknum partai atau timses untuk memproduksi isu itu. Dan mereka bisa memengaruhi pilihan politik dengan tanpa pertanggungjawaban sosial, tanpa ada rasa malu," ungkap dia.

Cara berkampanye lewat media sosial diakuinya tidak perlu memiliki pertanggungjawaban sosial. Namun, bagaimana rasa suka atau tidak sukanya pendukung militan terhadap calon pasangan kepala daerah tertentu, membuat mereka ingin menjatuhkannya.

Baca: Hendrawan Ingatkan Kritikan KAMI Jangan Hanya Retorika 

"Karena politik demokrasi bukan bicara soal mana yang rasional, tapi mana yang disukai dan tidak disukai. Alasannya bisa 1.001 alasan dan enggak ada hubungan dengan visi misi. Ada ketidakpercayaan menggunakan kampanye mendukung calon," ujar Budiman.

"Saya tidak mensosialisasikan visi misimu. Saya cuma pengin lawan yang tidak saya sukai harus didiskreditkan. Paling mudah kan sentimen agama atau suku, karena sentimen agama dan suku nyaris orang enggak berusaha," pungkasnya.

Quote