Ikuti Kami

Anton Charliyan Dukung TNI & Polri Rekrut Santri Nasionalis

Anton menyatakan, kebijakan itu sangat tepat dan sangat strategis

Anton Charliyan Dukung TNI & Polri Rekrut Santri Nasionalis
Mantan Kadiv Humas Polri Anton Charliyan.

Tasikmalaya, Gesuri.id - Mantan Kadiv Humas Polri Anton Charliyan mendukung kebijakan merekrut Santri sebagai calon anggota TNI dan Polri yang dipelopori oleh Jenderal Dudung Abdurachman selaku Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD), yang  kemudian dikuti oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit.

Anton menyatakan, kebijakan itu sangat tepat dan sangat strategis, karena seorang santri selain dari segi akhlak dan prilakunya yang baik, juga wawasan agamanya luas.

"Apalagi selain santri juga akan direkrut juga dari calon ahli agama lain seperti calon rahib, calon pendeta dan lainnya. Namun ada yang lebih penting lagi, yakni bisa juga kedepannya nantinya diberdayakan untuk  mengantisipasi paham-paham radikalisme dan intoleransi, yang  saat ini selalu menyusup dibalik kedok dan  jubah Agama, sehingga setiap orang yang berusaha melawan gerakan tersebut dengan mudahnya dikatakan sebagai anti  Agama, Kafir, Murtad, penyembah iblis dan lainnya," ujar Anton, baru-baru ini.

"Begitu luar biasanya jika kekuatan agama dijadikan benteng untuk melegalisir kepentingan-kepentingan Politik tertentu, karena dengan jubah agama sesuatu yang asalnya jahatpun bisa menjadi suatu yang 'mulia', bunuh diri saja  bila dikasih label jihad bisa menjadi 'Mulya', demikian juga dengan merampok," lanjut mantan Kapolda Jabar itu.

Baca: Anton Charliyan Apresiasi Pernyataan Irwasum Polri

Anton melanjutkan, itulah pola-pola yang senantiasa digunakan di berbagai negara lain. Namun sangat disayangkan dari hasil kajian sejarah dan pengalaman yang terjadi di Suriah, Mesir,Afganistan dan sebagainya, ujungnya ternyata hanya sebuah ambisi untuk meraih tampuk kekuasaan.  

Berbicara tentang Intoleransi dan Radikalisme, menurut Anton sesungguhnya yang paling berat adalah bagaimana cara memerangi dan mematahkan mindset, paham dan iedologi yang sudah tertanam kuat pada individu atau kader  mereka yang sudah terlanjur terpapar ajaran radikal dengan menggunakan dogma Agama sebagai alat masuknya.

"Karena melalui Agama, maka antisipasinya pun kita harus mampu merekrut calon anggota yang memang ahli dalam bidang agama. Dalam hal ini yang paling tepat adalah ,tentu saja dengan merekrut para Santri serta calon-calon Agamawan yang lain, yang betul-betul Nasionalis," ujar Anton.

Anton mengungkapkan, kebijakan dan program ini sesungguhnya sudah pernah dilakukan dirinya  ketika jadi Kapowil Priangan pada tahun 2009.  Ketika itu banyak Santri yang masuk menjadi anggota Bintara Polri dengan pola Talent Scouting, atau pola pelatihan secara khusus dan masuk tanpa  tes yang begitu panjang namun tetap melalui prosedur yang ditentukan.

Kemudian pada saat jadi Kapolda Jabar  pada tahun 2017 pun Anton sudah mengajukan talent scouting untuk Santri dan calon-calon anggota yang berprestasi di bidang olah raga maupun seni yang bertaraf nasional dan international.

"Namun tiba-tiba kebijakan tersebut tidak bisa dilaksanakan, dipending Mabes Polri bahkan  rekrutmen di Jabar seakan dibikin kisruh, dengan adanya orang yang menjual nama Kapolda untuk kepentingan pribadinya. Yang akhirnya bahkan kewenangan untuk merekrut calon anggota Polri, khusus untuk Polda Jabar diambil alih Mabes Polri," papar Anton. 

Rupanya, ujar Anton,  kalau baru setingkat Kapolda kekuatannya masih bisa diintervensi oleh kekuatan yang lebih besar. Sehingga dengan segala cara akhirnya program tersebut tidak terwujud.

Hal itu, ujar Anton, menunjukkan bahwa kekuatan politik golongan intoleran  sudah begitu besar. 

"Inilah yang perlu kita waspadai bersama ,agar program ini bisa dikawal dengan seksama, yang mana tidak menutup kemungkinan paham dan pengaruh elit politik pendukung intoleransi dan radikalisme  sudah masuk juga di tubuh TNI dan POLRI," tegas Anton. 

Bahkan, sambung Anton, salah satu kebijakan Kapolda Jabar saat itu berupa penataran singkat selama kurang lebih tiga hari di alam terbuka  tentang wawasan anti intoleransi dan radikalisme yang dikenal sebagai program Sawala Kebangsaan Polda Jabar dibuat kisruh juga.

Padahal, ungkap Anton, dari rencana 12 Kali kegiatan penataran khusus untuk elemen-elemen dan tokoh-tokoh masyarakat, yang baru dilaksanakan  tiga kali.

"Dengan segala alasan yang dibuat-buat, agar ditunda sementara kegiatannya. Ini untuk ke dua kalinya mereka menunjukan power nya, agar apapun bentuk kegiatan yang dianggap akan melawan gerakan Intoleransi dan radikalisme harus di hentikan sesegera mungkin," ujar Anton.

Baca: Jangan Seperti Jampi-jampi, Anies Harus Benahi Transjakarta

Tapi, sambung Anton, jika gerakan kali ini sudah didukung penuh oleh Pimpinan TNI dan POLRI, dirinya yakin program ini akan berjalan mulus. Dan kekuatan intoleran pun akan berpikir seribu kali untuk bisa menghalangi dan menggagalkan program ini.

Anton pun sangat mendukung program ini, dengan syarat yang direkrut harus Santri yang Nasionalis tulen. Serta jika memungkinkan, Anton berharap program ini dibuat secara berkesinambungan  setiap tahun.

"Sehingga ada kesinambungan program, jangan sampai begitu Jendral Dudung lengser nanti programnya pun ikut hanyut entah kemana," ujar Anton mengingatkan.

Maka, Anton menegaskan program tersebut harus dijadikan program rutin yang tetap, baik di TNI maupun di Polri.

"Insya Allah dengan adanya program tersebut paham-paham Intoleransi dan Radikalisme sedikit demi sedikit, akan mulai terkikis di NKRI tercinta ini. Untuk itu saya juga mohon dukungan moral nya kepada para tokoh ulama, akademisi, para tokoh dan Pakar lainnya untuk ikut  juga mendukung program strategis yang sudah dilontarkan oleh Pimpinan TNI dan POLRI tersebut," pungkas Anton.

Quote