Ikuti Kami

Virdian Serukan Generasi Muda Tidak Tinggal Diam Akan Gelar Pahlawan Nasional Untuk Soeharto

Virdian membantah anggapan bahwa anak muda tidak berhak bersuara karena ‘tidak mengalami langsung era Orde Baru’. 

Virdian Serukan Generasi Muda Tidak Tinggal Diam Akan Gelar Pahlawan Nasional Untuk Soeharto
Peggiat media sosial Virdian Aurellio.

Jakarta, Gesuri.id - Peggiat media sosial Virdian Aurellio menyerukan agar generasi muda tidak diam terhadap pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto.

Virdian membantah anggapan bahwa anak muda tidak berhak bersuara karena ‘tidak mengalami langsung era Orde Baru’. 

“Argumen itu usang. Kita mungkin tidak lahir di masa itu, tapi kita hidup dari konsekuensi sejarahnya. Maka kita berhak bereaksi kritis, berhak bersuara keras, dan berhak melawan normalisasi kekuasaan yang membawa luka,” tegasnya.

Baca: Ganjar Ingatkan Pemerintah Program Prioritas dengan Skala Masif

Menurut Virdian, diamnya generasi muda hari ini akan menjadi legitimasi moral bagi pengaburan sejarah di masa depan. 

“Jika generasi sebelum kita membiarkan kekuasaan berjalan tanpa kritik, maka generasi kita punya tugas untuk melanjutkan perlawanan intelektual. Diam itu nyaman, tapi tidak semua hal yang nyaman itu benar,” lanjutnya.

Pernyataan Virdian disambut tepuk tangan panjang peserta diskusi yang didominasi mahasiswa. 

“Hari ini kita bukan hanya bicara gelar. Kita bicara masa depan narasi bangsa. Kalau anak muda diam, maka sejarah akan ditulis oleh mereka yang punya kuasa, bukan oleh mereka yang punya kebenaran,” tambah Eks Ketua BEM Unpad 2022 itu.

Selain itu Viridan menyampaikan salah satu kekhawatiran terbesar dari pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto, dampaknya terhadap sistem pendidikan, kurikulum, dan memori kolektif generasi mendatang.

“Begitu negara mengubah posisi sejarah seseorang dalam struktur simbolik kenegaraan, maka kurikulum pendidikan akan mengikuti. Guru akan mengajar versi sejarah yang telah dipoles. Itu bukan teori, itu pola,” ujarnya.

Baca: Mengenal Sosok Ganjar Pranowo. Keluarga, Tempat Bersandar

Ia menyebut peristiwa perubahan narasi dalam buku sejarah bukan sesuatu yang baru. Hal seperti itu pernah terjadi dalam berbagai rezim di dunia, bahkan di Indonesia. 

“Politik gelar pahlawan bukan hanya soal simbol, tetapi instrumen produksi pengetahuan, dan pengetahuan menentukan ingatan suatu generasi,” katanya.

Menurutnya, bahaya terbesar bukan terletak pada gelarnya sendiri, tetapi pada kemampuan simbol tersebut menggeser posisi moral figur dalam cerita bangsa, dari pelaku kekuasaan menjadi role model nasional. 

“Jika Soeharto disahkan sebagai pahlawan, maka anak-anak sekolah kelak akan menerima figur itu bukan sebagai masa kelam, tetapi sebagai inspirasi. Itu bukan rehabilitasi sejarah, itu manipulasi!” tutupnya.

Quote