Ikuti Kami

Efek Pandemi COVID-19 Terhadap Bisnis Pendukung Bandara

Oleh : Tenaga Ahli Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Antonius Lisliyanto.

Efek Pandemi COVID-19 Terhadap Bisnis Pendukung Bandara
Tenaga Ahli Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Antonius Lisliyanto.

Jakarta, Gesuri.id - Pandemi COVID-19 yang terjadi di Indonesia nampaknya belum berakhir dalam 1-2 bulan ke depan. Hal ini tentunya harus menjadi pemikiran serius bagi pemerintah. 

Realitas di lapangan menunjukkan, beberapa industri sudah mulai kewalahan dan melakukan langkah langkah yang tidak populer, baik dari pemotongan gaji sampai ke pemutusan hubungan kerja. Selain itu keputusan yang dilakukan Pemerintah untuk melakukan PSBB dibeberapa Kota tentunya juga berdampak langsung terhadap melambatnya roda perekonomian.

Selanjutnya ini akan membawa akibat menurunnya daya beli masyarakat umum.

Baca: Dampak Corona, Pemerintah Diminta Rancang Skenario Ekonomi

Untuk sektor Transportasi udara, efek dari COVID-19 juga sangat terasa berat. Maskapai Air Asia dan Citilink sudah menggrounded armadanya sejak Akhir bulan lalu. Suka atau tidak suka ini akan membawa efek domino pula bagi bisnis pendukungnya secara khusus untuk industri bisnis/usaha pelayanan pendukung di bandara - bandara. 

Meskipun Dirut Angkasa Pura 2 Awaluddin menyatakan hal yang agak kontroversial dan menjadi pertanyaan besar. Berdasarkan data yang ada padanya, diperiode Januari hingga Maret 2020, tercatat pergerakan penumpang pesawat di rute domestik dan internasional di seluruh bandara AP II sebanyak 20,79 juta penumpang. Angka tersebut hanya turun sekitar 4,84 persen dibandingkan dengan Januari hingga Maret 2019. 

Disisi lain, justru terjadi peningkatan pergerakan pesawat sebesar 3,44 persen menjadi 184.776 pergerakan dari sebelumnya 178.624 pergerakan.

Hal ini harus dikaji lebih mendalam karena berdasarkan kenyataan faktual, para tenant bisnis pelayanan di bandara mengalami penurunan pendapatan sampai 95%, tersisa 2% - 5% sales nya di bulan Maret. Dan lebih parah lagi di bulan April hampir sisa hanya 1% pendapatannya.

Ada berbagai faktor yang juga harus dijadikan data pembanding misalkan : untuk peningkatan pergerakan pesawat, apakah itu membawa penumpang pulang ke daerah asal karena kondisi darurat ini atau bagaimana? Apakah kebanyakan hanya membawa cargo dengan penumpang yang jumlahnya kecil? 

Juga harus disadari karena peraturan physical distancing, ketakutan penularan dan daya beli yang menurun, menyebabkan penumpang hanya melakukan aktivitas pulang pergi saja tanpa belanja atau makan di area bandara.

Begitu pula untuk penerbangan Internasional yang diyakini penumpangnya bukan turis yang datang untuk pariwisata, melainkan WNI yang pulang karena kondisi darurat atau mengangkut cargo medis/ bantuan Internasional.

Belum lagi adanya peraturan Pemerintah yang saat ini melarang aktivitas penerbangan domestik. Namun juga ada kesimpang siuran karena muncul lagi peraturan susulan bahwa pembatasan hanya untuk kota-kota yang melakukan PSBB. Ini sangat membuat binggung masyarakat umum dan pelaku bisnis pelayanan pendukung di bandara.

Yang lebih menambah beban berat lagi bagi para pelaku bisnis/ usaha pelayanan  pendukung bandara ialah situasi dimana keadaan bandara yang sepi, penjualan hampir nol, karyawan toko ketakutan tertular Covid-19,  namun tidak boleh tutup, harus tetap buka, dan biaya sewa harus bayar full termasuk konsesi dan service charge

Sebagai contoh pembanding di Bandara Changi biaya sewa nya dibebas kan, karena pengelola airport  tahu pasti, berat untuk tenant dalam kondisi penjualan sepi dan pesawat sangat sedikit yang beroperasi.

Baca: Dampak Corona, Basuki Minta Hal Ini ke Bank

Bahkan dì sarankan untuk menutup toko saja karena kekhawatiran karyawan toko terjangkiti virus dari penumpang yang sudah positif . Bisa saja orang tersebut belum demam, tapi sudah membawa Covid-19 dan belum terdeteksi. Atau sebaliknya, karyawan yang akan menularkan ke calon penumpang.

Pertimbangan inilah kiranya yang juga harus menjadi perhatian dari para pengelola bandara, khususnya Angkasa Pura 1 dan 2 serta dari Kementerian BUMN selaku perpanjangan tangan Pemerintah untuk  juga memperhatikan dan melindungi para pelaku bisnis / usaha pelayanan pendukung di bandara. 

Caranya  adalah dengan memberikan relaksasi pemotongan biaya sewa atau negosiasi yang saling menghormati kepentingan kedua belah pihak. Ini semua semata mata karena mereka juga bagian dari anak bangsa dan bagian stakeholders yang tidak terpisahkan di dalam dunia penerbangan sipil Indonesia. Semoga segera ada langkah signifikan dan solusi yang konkrit dalam menangani masalah ini.

Quote