Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi VI DPR RI, Darmadi Durianto, menilai penghapusan tantiem bagi komisaris BUMN adalah langkah yang wajar.
Ia menegaskan, selama ini BUMN kerap dijadikan tempat penampungan tim sukses yang diangkat menjadi komisaris tanpa memiliki kontribusi nyata.
"Kok kesannya itu dak ada efisiensi karena komisaris sekarang ini banyak ditunjuk dari timses, orang-orang tertentu, untuk nampung, tidak ada kerjanya," kata Darmadi, Sabtu (16/8).
Politisi PDI Perjuangan itu menambahkan, besarnya tantiem atau tunjangan yang diterima komisaris BUMN adalah bentuk ketidakadilan.
"Artinya kadang-kadang sebulan rapat sekali, seminggu rapat sekali, datang aja tiba-tiba setahun dapat Rp30-Rp40 miliar, itu kan gak adil. Jadi untuk komisaris saya setju dihapus tantiem sehingga dapat penghematan Rp8 triliun lebih," ujarnya.
Sementara itu, Presiden Prabowo Subianto sebelumnya menegaskan bahwa pemerintah akan menghapus tantiem bagi komisaris dan direksi BUMN.
"Kalau untuk direksi, saya pikir ini dikaji lagi, saya pikir kalau dikurangi boleh, tapi kalau dihentikan, saya pikir terlalu ekstrem, mungkin bisa diturunkan 50% tantiem untuk direksi sehingga ada efisiensi juga karema direksi kerjanya gak full juga, artinya kerja tidak maksimal juga karena ada penujukan direksi yang tidak pas, otomatis tidak terlalu bagus," ujar Prabowo.
Darmadi pun menilai, jika ada komisaris yang keberatan dengan kebijakan tersebut, sebaiknya mundur dari jabatannya.
"Kalau komisaris tidak bisa menerima apa yang disampaikan Presiden Prabowo Subianto, bisa pergi ke perusahaan lain, yang bs kasih tantiem yang lebih besar, ya monggo daripada gak dapat tantiem. Banyak kan masuk jadi komisaris mengharapkan untuk mendapat tantiem tanpa bekerja, kalau gaji kan tidak terlalu tinggi, jadi mau dapat bonus dari tantiem itu sehingga diharapkan dapat besar. dengan sekarang tantiem dihapus, itu bakalan banyak komisaris mundur diri," jelasnya.
Terkait jabatan wakil menteri yang juga merangkap sebagai komisaris, ia menilai hal itu menimbulkan persoalan serius.
"Itu tambahan saja dan gak pernah hadir, bahkan conflic interest, mengintervensi tapi tidak ngerti persoalan. Kalau menteri jadi komisaris kan persoalan hukum, apakah rangkap jabtan ini ada yang pro dan kontra," pungkasnya.