Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi VI DPR RI, Darmadi Durianto, geram dengan kebijakan Kementerian Perindustrian yang menunjuk Balai Besar Standardisasi milik Kemenperin untuk menangani sertifikasi sejumlah produk SNI wajib tertentu.
“Kebijakan penunjukan Balai Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri milik Kemenperin secara eksklusif tidak sehat dan tidak adil," tutur politikus PDI Perjuangan itu, Selasa (2/12/2025).
Menurut Darmadi, kebijakan tersebut menciptakan monopoli terselubung yang bertentangan dengan prinsip penilaian kesesuaian; independensi, transparansi, dan objektivitas.
"Dampaknya sudah nyata. Ribuan pekerja LSPro swasta terancam terkena PHK, laboratorium menganggur, dan perusahaan kehilangan order. Itu menunjukkan ada kesalahan desain kebijakan yang harus segera dikoreksi," ujarnya.
Darmadi mengatakan kebijakan tersebut telah menutup ruang gerak Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) swasta dan BUMN yang selama ini memiliki kompetensi dan infrastruktur yang tidak kalah, bahkan dalam banyak hal lebih siap dan lebih baik dalam hal layanan.
"Sangat disayangkan, malahan sekarang dimonopoli oleh Balai Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri milik Kemenperin saja. Ketika lembaga pemerintah menjadi regulator sekaligus operator, apalagi tanpa proses transisi yang matang, maka terjadi conflict of interest yang merusak pilar tersebut," katanya.
"Ini bukan hanya merugikan perusahaan, tetapi juga menciptakan distorsi pasar yang pada akhirnya merugikan konsumen dan industri nasional," imbuh Darmadi.
Darmadi pun menawarkan tiga hal, yakni:
1. Kembalikan ekosistem penilaian kesesuaian ke prinsip kompetitif dan multi-lembaga. Pemerintah harus membuka kembali peran LSPro swasta dan BUMN yang tersertifikasi KAN dan memiliki kompetensi agar proses berjalan cepat, objektif, dan tidak tersentralisasi berlebihan. Reformasi dan percepatan perbaikan sistem SIINas.
2. Sistem ini harus menjadi fasilitator, bukan penghambat. Integrasi, simplifikasi, dan SLA (Service Level Agreement) harus diterapkan agar sertifikasi tidak memblok rantai pasok industri. Pisahkan fungsi regulator dan operator.
3. Kemenperin semestinya fokus menetapkan kebijakan dan pengawasan; sementara layanan teknis dapat dijalankan oleh lembaga-lembaga kompeten, baik pemerintah maupun swasta, secara setara.
"Jika memang terbukti bahwa kebijakan itu menyebabkan monopoli, diskriminasi, dan dampak ekonomi serius seperti PHK massal, tentu DPR akan memanggil Menteri Perindustrian untuk meminta klarifikasi," tuturnya.
"Pemerintah perlu kembali pada pendekatan yang lebih inklusif, adil, dan berbasis kompetensi, sebagaimana kebijakan sebelumnya yang memberi ruang bagi semua LSPro yang telah diakreditasi oleh KAN. Ini penting agar perusahaan anggota ALSI, AMI, dan FOSBBI dapat kembali beroperasi, mempekerjakan pegawainya, dan menjaga kelangsungan industri nasional," imbuh Darmadi.

















































































