Ikuti Kami

GMNI: Merdeka Belajar Mengarah ke Kediktatoran Digital

Sejatinya kemerdekaan adalah melepaskan diri dari Penjajahan, Penindasan dan Belenggu yang menyiksa. 

GMNI: Merdeka Belajar Mengarah ke Kediktatoran Digital
Ketua DPP GMNI Bidang Pendidikan dan Kebudayaan Syam Firdaus Jafba. (Foto: Istimewa)

Jakarta, Gesuri.id - Dewan Pimpinan Pusat-Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPP GMNI) menilai seruan “Merdeka Belajar” yang di populerkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim sangat jauh dari arti “Kemerdekaan” yang sesungguhnya.

Menurut Ketua DPP GMNI Bidang Pendidikan dan Kebudayaan Syam Firdaus Jafba, sejatinya kemerdekaan adalah melepaskan diri dari Penjajahan, Penindasan dan Belenggu yang menyiksa. 

Baca: Merdeka Dalam Belajar, Tantri Fasilitasi Kampus dengan Desa

"Namun Merdeka Belajar ini tidak mempunyai konsep atau gagasan yang terukur untuk dapat dijalankan di Indonesia, sehingga Merdeka Belajar terkesan berada di awang-awang tanpa ada satupun gerak material selama 7 bulan lamanya Kemendikbud dipimpin oleh Nadiem Makarim," ujar Syam. 

Seperti diketahui, gerakan "Merdeka Belajar" dari Menteri Nadiem Makarim berupaya mengurai masalah-masalah yang kerap ditemukan di dunia pendidikan. Program-program inovatif tersebut seperti halnya mengganti Ujian Sekolah Berbasis Nasional (USBN) dengan Asesmen, mengganti Ujian Nasional dengan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter, serta mempersingkat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

Namun, ujar Syam, kenyataannya semua program itu masih sebatas wacana. 

"Padahal di awal kepemimpinannya, publik mulai mengapresiasi ide dan gagasan tersebut karena dinilai dapat membuat dunia pendidikan di Indonesia mengarah kepada suatu pengembangan sumber daya manusia yang berkarakter, unggul dan siap di tempatkan di  sektor manapun," ujar Syam. 

Syam melanjutkan, di masa pandemi Covid19 ini,  Merdeka Belajar itu pun semakin jauh dari harapan. Bahkan, realisasi nya mengarah kepada "kediktatoran digital" yang memaksa peserta didik untuk menggantungkan dirinya kepada digitalisasi  tanpa didukung oleh fasilitas yang ada.

"Program Nadiem Makarim yang ingin memajukan dunia Pendidikan terkesan mengecat langit namun lupa menapak bumi," imbuh Syam. 

Syam melanjutkan, Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) Sekolah daring, Kuliah daring dan sebagainya yang menggunakan media digital dapat membuat masyarakat Indonesia terjerumus kepada Kediktatoran Digital. Sementara Menurut data Kominfo terdapat 12.548 Desa belum dapat jaringan internet, maka tentu saja Sekolah Daring/Kuliah daring atau Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) tidak efektif karena tidak didukung dengan fasiltas yang mumpuni.

Baca: KIP Kuliah, Harapan Baru Pendidikan Tinggi Anak Bangsa

"Merdeka Belajar jauh dari semangatnya, malah yang terjadi kapitalisme di dunia pendidikan yang semakin menjadi, dimana Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) hanya akan menguntungkan pihak-pihak provider," tegas Syam. 

Seharusnya, lanjut Syam, Pemerintah Pusat melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dapat memikirkan solusi kongkrit agar pendidikan di Indonesia dapat berjalan dengan baik. Dengan begitu, Sumber daya Manusia unggul dapat benar-benar dapat terwujud. 

"Kemendikbud dapat bekerja sama dengan kementerian terkait lainnya dalam menyelesaikan persoalan pendidikan di Indonesia, khususnya kesediaan jaringan internet gratis bagi peserta didik ditengah Pandemi Covid 19 saat ini," pungkas Syam.

Quote