Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi XI DPR RI, Marinus Gea, menilai bencana banjir dan longsor yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat bukan semata-mata musibah alam.
Menurutnya, bencana tersebut merupakan akumulasi dari kelalaian manusia yang memperparah kerentanan ekologis di wilayah tersebut.
Mengacu pada data Kementerian Kehutanan yang dipaparkan Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni dalam rapat bersama Komisi IV DPR RI, Marinus mengungkapkan bahwa sejak 2020 hingga September 2025, Indonesia telah kehilangan hutan seluas 905.700 hektare akibat deforestasi.
Baca: Ganjar Pranowo Tak Ambil Pusing
“Dalam lima tahun terakhir deforestasi di Aceh meningkat sebesar 426,59% (10.100 Ha), Sumatera Utara 398.13% (4.909 Ha), dan Sumatera Barat sebesar 637,08% (4.931 Ha),” ungkap Marinus kepada Suaranusantara, Senin (8/12/2025).
Data Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) turut memperkuat temuan tersebut. Sepanjang 2016 hingga 2025, sekitar 1,4 juta hektare hutan di tiga provinsi itu telah tergerus akibat aktivitas 631 perusahaan pemegang izin tambang, HGU sawit, PBPH, geotermal, serta proyek PLTA dan PLTM.
Marinus menyambut baik rencana evaluasi izin penggunaan lahan dan pengelolaan hutan oleh Kementerian Kehutanan. Namun, ia menekankan bahwa akar persoalan terletak pada rendahnya kepedulian korporasi terhadap aspek lingkungan dan sosial.
“Kegiatan usaha seharusnya tidak hanya fokus pada profitabilitas, akan tetapi juga perlu memperhatikan dampaknya terhadap kehidupan masyarakat dan aspek keberlanjutan atau yang populer dengan istilah sustainability,” tutur Marinus.
Ia menilai bencana yang terjadi di Aceh dan Sumatera menjadi peringatan keras bagi semua pihak akan pentingnya penerapan prinsip keberlanjutan (sustainability).
Baca: Ganjar Minta Dana Pemda yang Mengendap di Perbankan
Untuk itu, Marinus mendorong pemerintah segera menyusun kerangka hukum yang tegas dan jelas agar praktik keberlanjutan menjadi kewajiban bagi setiap pelaku usaha.
“Hal ini penting untuk memastikan bahwa kegiatan usaha yang dilakukan tidak mengorbankan kepentingan jangka panjang seperti kerusakan lingkungan yang berdampak pada kerugian yang lebih besar,” katanya.
Marinus mengingatkan, jika pemerintah tidak segera bertindak, bencana serupa bahkan yang lebih parah bisa terjadi di wilayah lain.

















































































