Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi B DPRD Jatim Ony Setiawan mendorong pemerintah agar mengkaji ulang kebijakan cukai rokok.
Menurutnya, banyak petani tembakau di Jatim, khususnya di sentra tembakau seperti Bojonegoro, Sumenep, dan Jember, menjerit akibat hasil produksi mereka tidak terserap oleh pabrik rokok. Kondisi ini tak lepas dari mahalnya tarif cukai, yang membuat harga rokok terlampau mahal.
"Esensinya itu ya serapan tembakaunya itu sekarang kan mandek. Pabrik rokok nggak produksi gitu loh, jadi pabrik nggak beli dari petani," ungkap legislator Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jatim itu, Kamis (7/8/2025).
Baca: Ganjar Nilai Ada Upaya Presiden Prabowo Rangkul PDI Perjuangan
Persoalan ini juga menjadi pembahasan serius ketika segenap rombongan Komisi B DPRD Jatim melakukan kunjungan kerja di Jember belum lama ini. Komisi B berkesempatan datang ke sejumlah titik, di antaranya Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pengujian Sertifikasi Mutu Barang Lembaga Tembakau (PSMB-LT) Jember Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jatim.
Komisi B juga membahas perihal sertifikasi bibit tembakau. Ony menyebut, para petani diarahkan untuk menggunakan bibit unggul untuk menyiasati terbatasnya lahan.
"Jadi kalau tembakau itu kan pemerintah menyarankan bibit yang bagus supaya meskipun lahan ini enggak banyak, hasilnya bagus. Begitu barang itu mau dijual, kan harus ada uji kelayakan supaya harganya bagus, kan begitu," urainya.
Dalam kesempatan tersebut, Komisi B DPRD Jatim juga ingin memastikan implementasi Perda Nomor 8 Tahun 2024 tentang Pertembakauan bisa benar-benar berpihak pada petani. Terkait hal ini, Ony menegaskan persoalan utama yang dirasakan petani adalah tidak terserapnya hasil panen.
"Kurang daya serapnya. Pabrik rokok stoknya sudah banyak, tapi mereka nggak mau produksi lagi karena nggak laku, karena kemahalan. Harga rokok terlalu mahal karena cukainya juga mahal," jelas Ony.
Baca: Ganjar Miliki Kenangan Tersendiri Akan Sosok Kwik Kian Gie
Ia menambahkan, kondisi tersebut juga diperparah oleh rendahnya daya beli para konsumen alias perokok. Ony bilang, para perokok sebenarnya tetap butuh konsumsi rokok, namun karena daya belinya rendah mereka beralih ke produk ilegal.
"Justru akhirnya beredar rokok yang tanpa cukai, ini kan sebab akibat. Nah perokok itu, daya belinya rendah. Akhirnya mereka beli rokok yang tanpa cukai," tandas Ony.
Dengan kondisi tersebut, Komisi B DPRD Jatim akan membawa persoalan ini dalam kunjungan kerja ke Jakarta pada pekan depan. Pihaknya akan menyampaikan keluhan petani ke kementerian/lembaga terkait.
"Kami akan menyampaikan kondisi petani bahwa hasil produksi mereka tidak terserap. Kami mengusulkan agar tarif cukai rokok diturunkan, karena ini dampaknya ke petani di daerah," tandasnya.