Ikuti Kami

Tolak Soeharto Jadi Pahlawan: Luka Aminatun Najariyah yang Tak Pernah Sembuh Sejak Tragedi Tanjung Priok

Menolak mendukung pemberian gelar pahlawan Soeharto sang Presiden yang berkuasa 32 tahun dengan represif dan koersif

Tolak Soeharto Jadi Pahlawan: Luka Aminatun Najariyah yang Tak Pernah Sembuh Sejak Tragedi Tanjung Priok
Aminatum Najariyah, korban Tragedi Tanjung Priok rezim Orba Soeharto - Foto: Alvin/Gesuri.id

Jakarta, Gesuri.id — Nama Aminatun Najariyah mungkin tak banyak dikenal publik, namun kisah hidupnya menjadi saksi bisu kelamnya sejarah bangsa. Pada usia 26 tahun, ibu tunggal ini menjadi satu-satunya perempuan yang ditangkap aparat dalam peristiwa Tanjung Priok, 12 September 1984, dan hingga kini masih menyimpan luka mendalam atas penyiksaan yang dialaminya.

Hari ini, ketika muncul wacana pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto, Aminatun menolak keras. Baginya, wacana itu bukan hanya bentuk pengkhianatan terhadap korban kekerasan negara, tetapi juga upaya menghapus ingatan kolektif tentang rezim yang penuh penindasan.

Empat puluh satu tahun lalu, Aminatun dan kakaknya, Abdul Bashir, ditangkap di rumah kontrakan mereka di Cempaka Putih, Jakarta. Ia tidak ikut dalam kerumunan massa, namun tetap dijebloskan ke penjara tanpa proses hukum. Di balik jeruji, Aminatun mengalami pelecehan seksual dan kekerasan fisik. Ia ditahan di sel laki-laki, tanpa fasilitas khusus bagi perempuan.

“Selama tiga bulan di penjara saya haid, tapi tidak diberi pembalut. Celana saya sampai banjir darah haid. Tidak ada ruang privasi. Saya bahkan tidak sikat gigi selama 45 hari,” kisahnya dalam sebuah kesaksian.

Penderitaan tak berhenti di situ. Aminatun sempat dirawat di rumah sakit jiwa karena trauma berat akibat teror mental yang dialaminya. Hingga kini, putranya Banu masih sering mendapati sang ibu terbangun di malam hari, menjerit karena mimpi buruk tentang penyiksaan dan suara tembakan.

“Sudah 41 tahun berlalu, tapi ibu masih trauma. Bagaimana negara bisa mengangkat orang yang menyebabkan luka itu menjadi pahlawan?” ujarnya getir.

Aminatun hanya satu dari ratusan korban kebrutalan militer dalam tragedi Tanjung Priok. Banyak korban lain tak sempat bersuara—tubuh mereka dilindas truk dan tank di jalanan, menjadi simbol bisu dari kekerasan negara terhadap rakyatnya sendiri.

Menolak Soeharto menjadi pahlawan, bagi Aminatun, adalah bentuk perlawanan terhadap lupa. “Kita harus menjaga akal sehat dan sejarah. Jangan biarkan pelaku pelanggaran HAM diberi tempat terhormat di negeri yang mereka lukai,” katanya tegas.

Lebih dari empat dekade berlalu, keadilan belum datang. Tetapi suara Aminatun dan para korban lain terus bergema, mengingatkan bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang berani mengakui masa lalunya, dan menolak mendukung pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto sang Presiden yang berkuasa 32 tahun dengan represif dan koersif.

Quote