Jakarta, Gesuri.id – Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membolehkan kepala daerah menjadi calon presiden (Capres) dan calon wakil presiden (Cawapres) mengundang kontroversi.
Putusan MK ini pun disambut riuh. Ada sebagian anggota masyarakat yang menerima dengan menggelar syukuran segala, ada juga yang menentang dengan berbagai alasannya.
Tak bisa dibantah bahwa keputusan MK ini membuka peluang lebar kepada kepala daerah, terutama Gibran Rakabuming Raka –sekarang Wali Kota Surakarta untuk menjadi Cawapres.
Lalu seperti apa jadinya bila Gibran benar-benar maju sebagai Cawapres, khususnya mendampingi Prabowo Subianto yang menjadi rival dari Ganjar Pranowo?
Baca: Abdy Jelaskan Kenapa Ganjar Pranowo Layak Jadi Presiden RI
Mari kita mulai dari data. Hasil survei terkini yang dijalankankan periode 3-9 September 2023 oleh Poltracking Indonesia menyebut, elektabilitas Cawapres masih dipuncaki oleh Erick Thohir yang meraih angka dukungan 18,6 persen.
Peringkat kedua adalah Sandiaga Uno 15,7 persen. Disusul peringkat ketiga Agus Harimurti Yudhyoyono 10,2 persen.
Gibran Rakabuming Raka di peringkat k-6 dengan elektabilitas 7,3 persen.
Dari hasil survei tersebut tergambar jelas bahwa elektabilitas Gibran biasa-biasa saja. Artinya tidak terlalu signifikan untuk mendongkrak elektabilitas bakal Capres yang ia dampingi.
Dari angka-angka tersebut bisa dianalisis bahwa faktor Gibran belum tentu menjadi penentu kemenangan dari Capres yang menggandengnya.
Apalagi, usai putusan MK bergulirlah berbagai komentar negatif yang secara blak-blakan dialamatkan kepada Jokowi dan Gibran.
Banyak elemen masyarakat yang menuding bahwa keputusan MK ini sebagai rekayasa “penguasa” untuk memuluskan dinasti politik.
Ada sekelompok tokoh dari berbagai profesi kemudian bahkan mengeluarkan maklumat Senin 16 Oktober 2023.
Mereka, melalui Maklumat Juanda 2023 menyebut Reformasi kembali ke Titik Nol.
Mereka yang mendukung Maklumat Juanda 2023 tersebut adalah tokoh-tokoh berpengaruh di bidangnya masing-masing seperti dosen, agamawan, budayawan, diplomat, aktivitas anti korupsi, atlet, pengacara, wartawan; pendidik, aktivitas hak asasi manusia, aktivis lingkungan hidup; produser, seniman dan pegiat literasi, sastrawan, pelaku seni peran, pelaku seni rupa, dan relawan politik.
Di dalam Maklumat Juanda tersebut ada tokoh-tokoh beken seperti Goenawan Mohamad, Hendardi, Andreas Harsono, Ayu Utami, Butet Kartaredjasa, Faisal Basri, Ikrar Nusa Bhakti, Islah Bahrawi, Mas Ahmad Santosa, dan Todung Mulya Lubis.
Maklumat yang berisi kecaman terhadap potensi politik dinasti ini beredar luas di jejaring media sosial whatsapp.
Dan sentimen negatif politik dinasti yang dialamatkan kepada Jokowi dan Gibran juga beredar luas di media sosial lainnya seperti facebook, X, dan youtube.
Nah, tingginya sentimen negatif ini sudah tentu akan menyulitkan Gibran bila benar ia maju sebagai Cawapres, khususnya mendampingi Prabowo Subianto yang desas-desusnya sudah ramai di publik.
Baca: Lima Kelebihan Gubernur Ganjar Pranowo
Sentimen negatif dari publik, sebesar apapun itu akan menjadi batu sandungan Gibran untuk menang.
Bila sentimen negatif ini menggelinding kuat di tengah masyarakat, besar kemungkinan elektabilitas Prabowo bisa jatuh dibuatnya.
Publik bisa berbalik arah meninggalkan Prabowo karena mereka mengikuti arus sentimen negatif yang terbangun di tengah-tengah mereka.
Sentimen negatif kepada Gibran tidak akan berlangsung di Pilpres saja, tapi berkepanjangan lagi.
Apalagi bila ternyata Gibran kalah dalam kontestasi Pilpres maka sentimen negatif publik bisa menjadi area yang akan menjadi kuburan terhadap prestasi dan legacy yang telah dibangun Jokowi dengan susah payah.
Oleh: Pegiat Media Massa, Krista Riyanto.