Ikuti Kami

Bung Karno dan PDI Perjuangan Tolak Atheisme dalam Pancasila

Sila Ketuhanan dalam Pancasila menolak konsep atheisme sebagaimana dianut dalam ideologi komunisme.

Bung Karno dan PDI Perjuangan Tolak Atheisme dalam Pancasila
Wasekjen PDI Perjuangan Ahmad Basarah.

Cianjur, Gesuri.id - Wakil Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Ahmad Basarah menekankan bahwa para pendiri bangsa khususnya Proklamator RI Bung Karno menolak konsep atheisme dalam sistem bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang dirumuskan dalam kandungan nilai-nilai Pancasila dan sikap ideologis itu menjadi sikap resmi partai berlambang Banteng ini.

Penolakan itu, kata Basarah di Cianjur, Kamis (7/2), disampaikan Bung Karno dalam pidatonya di depan sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) tanggal 1 Juni 1945 ketika menyampaikan gagasannya tentang Pancasila sebagai dasar negara Indonesia merdeka.

Baca: Basarah: Pelarangan PKI dan Komunis Sudah Final

Saat menjelaskan tentang sila Ketuhanan, Bung Karno menjelaskan makna filosofi yang terkandung di dalamnya antara lain, tiap-tiap bangsa Indonesia bertuhan, bahkan bangsa Indonesiapun menjadi bangsa yang bertuhan. Dari penegasan Bung Karno tersebut secara jelas sila Ketuhanan dalam Pancasila menolak konsep atheisme sebagaimana dianut dalam ideologi komunisme.

Belakangan ini, atheisme menjadi tren karena ucapan akademisi filsafat Rocky Gerung. Pasalnya, Rocky menilai Pancasila memungkinkan warga negaranya untuk memilih agama, atau bahkan sama sekali tidak beragama alias atheis.

Wakil Ketua MPR RI ini menjelaskan bahwa, benar Pancasila bukanlah ideologi tertutup yang tidak bisa diberi makna apapun oleh setiap warga negaranya akan tetapi Pancasila juga bukan ideologi terbuka yang boleh ditafsir secara bebas dan serampangan oleh setiap orang. Menurut penjelasan Bung Karno, Pancasila adalah bukan ideologi yang bersifat tertutup ataupun terbuka, namun Pancasila sebagai ideologi yang bersifat dinamis.

Pancasila adalah filsafat berbangsa dan bernegara yang merupakan konsensus para pendiri negara yang digali dari kepribadian dan kebudayaan bangsa Indonesia. Rujukan pemahaman atas sila-sila Pancasila tersebut tidak bisa dipisahkan dari maksud para pembentuk Pancasila saat itu. Betapa kacaunya filsafat berbangsa kita dan pedoman bernegara kita jika 260 juta lebih rakyat Indonesia  membuat tafsir sendiri-sendiri tentang sila-sila Pancasila dengan sebebas-bebasnya.

"Sebagai ideologi dinamis, Pancasila memang dapat berkembang mengikuti dinamika jamannya, akan tetapi falsafah dasarnya harus tetap berpedoman pada maksud para Pembentuk Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara sebagaimana kesepakatan hasil sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kenerdekaan (BPUPK) yang menerima Pidato 1 Juni 1945 Bung Karno sebagai dasar falsafah negara Indonesia merdeka hingga mengalami perkembangan dalam naskah Piagam Jakarta oleh Panitia Sembilan tanggal 22 Juni 1945 dan mencapai kesepakatan teks final rumusan sila-sila Pancasila tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)," kata Basarah di sela-sela Safari Politik Kebangsaan PDI Perjuangan.

Lebih jauh bahkan Bung Karno menjelaskan atas paham Ketuhanan tersebut.

"Tiap-tiap bangsa Indonesia menjalankan perintah Tuhannya dengan cara yang leluasa", ujar Basarah

Bahkan Bung Karno memberi contoh dalam menjalankan perintah Tuhannya itu.

"Yang beragama Islam menurut petunjuk Nabi Muhammad SAW, yang beragama Kristen menurut petunjuk Isa Almasih. Dan agama-agama yang lain menurut petunjuk rasul-rasul, nabi-nabi, dan tokoh-tokoh agama dan kepercayaannya," tambah Basarah.

Baca: Lebih Akrab dengan Sang Doktor Pancasila Ahmad Basarah

Pidato tersebut kemudian diterima secara aklamasi oleh peserta sidang BPUPK. Dengan demikian dasar falsafah sila-sila Pancasila yang dijelaskan Bung Karno dalam sidang BPUPK tersebut menjadi prinsip dasar yang terkandung dalam semua sila Pancasila termasuk sila Ketuhanan Yang Maha Esa.

"Dengan demikian tafsir bebas yang mengatakan bahwa Pancasila membolehkan warga negara kita menjadi atheis atau tidak bertuhan adalah pandangan dan sikap Ketuhanan yang berbeda dan bertentangan dengan maksud para Pembentuk Pancasila dan Pembentuk Negara, serta dapat merusak prinsip dasar bangsa Indonesia sebagai bangsa yang berketuhanan" tegas Basarah.

Quote