Ikuti Kami

Pemerintah Belum Serius Urus Papua

Komarudin mengaku selama 10 tahun mewakili Provinsi Papua, permasalahan seperti yang terjadi di Manokwari merupakan urusannya sehari-hari.

Pemerintah Belum Serius Urus Papua
Ketua bidang Kehormatan Partai DPP PDI Perjuangan, Komarudin Watubun. Foto: Gesuri.id/ Gabriella Thesa Widiari.

Jakarta, Gesuri.id - Ketua bidang Kehormatan Partai DPP PDI Perjuangan, Komarudin Watubun mengatakan kejadian di Manokwari merupakan bukti ketidakseriusan pemerintah terhadap berbagai permasalahan yang menyangkut pulau paling timur di Indonesia.

"Saya sudah masuk pada kesimpulan bahwa pemerintah memang tidak serius urus Papua," ungkap Komarudin saat ditemui di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (20/9).

Baca: Edo: Tindak Ormas yang Rasis Pada Orang Papua!

Komarudin mengaku selama 10 tahun menjadi pimpinan DPR di Provinsi Papua, permasalahan seperti yang terjadi di Manokwari merupakan urusannya sehari-hari. 

Namun, tidak ada tindak lanjut dari pemerintah pusat untuk menyelesaikan apalagi mengusut tuntas masalah yang terjadi di Papua.

Dia lantas menceritakan bagaimana kejadian serupa juga pernah terjadi di Jayapura, Papua, tepatnya di depan Universitas Cendrawasih. Komarudin mengaku saat itu dia sampai turun langsung ke lapangan, tindakan anarkis hingga jatuhnya korban dari pihak aparat pun terjadi waktu itu.

Baca: Effendi Duga Benny Wenda Jadi Dalang Kerusuhan Papua

Namun, saat itu pemerintah hanya menyelesaikannya separuh-saparuh. Karenanya dia pesimis kerusuhan di Manokwari bisa diselesaikan dengan serius.

"Kenapa tidak serius? Karena setiap begini-begini terjadi. Tapi ditangani juga secara sporadis. Begini sudah, ini paling satu minggu juga sudah lupa lagi," ucap Anggota Komisi II DPR RI ini.

Menurut Komarudin, gejolak yang terjadi di Manokwari tidak bisa dilihat secara terpisah. Artinya, kata dia, masalah yang terjadi di Papua Barat tidak dipicu oleh satu kejadian saja, namun tumpukan dari berbagai macam masalah serupa yang tak pernah beres diselesaikan.

"Yang sekarang lagi bergejolak, kita tidak bisa melihat terpisah-pisah. Ini satu gerakan yang saya kira harus ditelusuri," kata Komarudin.

Lebih lanjut, Komarudin menyarankan agar pemerintah harus bisa mengusut asal mula masalahnya, bukan hanya meredam kerusuhan yang sudah terjadi. Pasalnya, dia mencurigai ada gerakan besar di balik kerusuhan di Manokwari.

"Kalau tidak ada konsolidasi yang besar kan tidak mungkin lah. Masa orang bicara monyet di Surabaya langsung di beberapa kota terjadi kebakaran. Jadi jangan kita sibuk untuk mengurus permukaan ya, asap, sibuk siram asap, tapi apinya tidak diurus," papar Komarudin.

Baca: Ini Penjelasan Risma Soal Mahasiswa Papua di Surabaya

Terkait dengan siapa dalang di balik kerusahan baik yang terjadi di Papua Barat maupun Jawa Timur, Komarudin menyerahkan hal tersebut sepenuhnya untuk diusut pihak kepolisian. 

"Suruh polisi yang cari," katanya.

Permintaan Maaf

Atas kerusuhan yang terjadi di Manokwari senin pagi kemarin akibat presekusi yang dialami oleh sejumlah mahasiswa Papua di Malang dan Surabaya, Jawa Timur beberapa hari lalu. Gubernur Papua Barat, Dominggus Mandacan menuntut pemerintah Jawa Timur untuk meminta maaf.

Pasalnya, Wakil Wali Kota Malang Sofyan Edi Jarwoko membuat wacana memulangkan masyarakat asal Papua dari Kota Malang usai kericuhan tanggal 15 Agustus 2019 lalu.

Buntutnya, Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawangsa meminta maaf atas peristiwa yang menimpa mahasiswa Papua di Surabaya dan Malang, pada 16-17 Agustus 2019. 

"Saya ingin menyampaikan permintaan maaf atas nama masyarakat Jatim, sekali lagi (kejadian tersebut) itu tidak mewakili masyarakat Jatim," ujar Khofifah, saat ditemui di RS Bhayangkara, Surabaya, Senin (19/8).

Baca: PDI Perjuangan Papua : Jangan Terpancing Rusuh Manokwari!

Khofifah mengatakan, insiden yang menimpa mahasiswa Papua itu dilakukan oleh oknum-oknum yang tak bertanggung jawab. Oknum tersebut diduga sengaja membuat provokasi untuk menyulut massa.

"Yang terkonfirmasi ke beberapa elemen kemudian menimbulkan sensitivitas adalah kalimat-kalimat yang kurang sepantasnya terucap. Saya ingin menyampaikan bahwa itu sifatnya personal itu tidak mewakili masyarakat Jatim," katanya.

Hal senada juga disampaikan oleh Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini atas pengepungan dan presekusi di Asrama Mahasiswa Papua pada hari Minggu (18/8), di kota yang dia pimpin.

"Kalau memang itu ada kesalahan di kami di Surabaya, saya mohon maaf," ujar Risma saat ditemui di Kantor DPP PDI Perjuangan, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (19/8).

Namun, Risma menyatakan sama sekali tidak benar bila ada upaya pengusiran mahasiswa asal Papua di asrama mahasiswa di kota yang dipimpinnya itu.Tidak mungkin hal itu terjadi karena dirinya sendiri adalah semacam 'orang tua' bagi para mahasiswa asal Papua itu.

"Kalau ada anak Papua diusir di Surabaya, itu tidak betul. Kabag Humas saya dari Papua. Dia ada di bawah. Itu dari Papua. Dan beberapa camat dan pejabat saja juga dari Papua. Jadi (pengusiran) itu tidak betul," kata Risma.

Tak hanya kepala daerah di Jawa Timur saja, Presiden RI Joko Widodo pun meminta agar masyarakat Papua untuk memaafkan pihak-pihak yang telah membuat mereka tersinggung terkait insiden yang terjadi di Surabaya dan Malang. 

"Jadi, saudara-saudaraku. Pace, mace, mama-mama di Papua, di Papua Barat, saya tahu ada ketersinggungan. Oleh sebab itu, sebagai saudara sebangsa dan se-Tanah Air, yang paling baik adalah saling memaafkan," kata Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta.

Quote