Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi X DPR RI, I Nyoman Parta, menyambut positif putusan Majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) tentang sekolah untuk murid SD dan SMP gratis, baik negeri dan swasta.
Menurut Nyoman, putusan tersebut sebagai langkah progresif yang telah lama dinantikan masyarakat.
“Ya bagus lah itu. Itu putusan yang progresif sekali. Dan itu harapan semua orang dari dulu,” kata Nyoman saat dihubungi Tribunnews.com, Selasa (27/5/2025).
Baca: Ganjar Pastikan PDI Perjuangan Siap Upgrade Kurpol Perempuan
Menurutnya, keputusan MK sejalan dengan tujuan utama kemerdekaan Indonesia, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa.
Namun demikian, Nyoman mengingatkan bahwa implementasi di lapangan tidaklah sesederhana putusan itu, terutama karena adanya ragam kategori sekolah swasta.
“Cuman turunannya agak problematik sedikit yah," ujarnya.
"Kan ada SD swasta mandiri, ada SD swasta tidak mandiri. Ada SMP swasta tidak mandiri, ada SMP swasta mandiri,” imbuhnya.
Sekolah swasta yang tidak mandiri adalah ketergantungan pembiayaannya memang pada pemerintah dan pihak eksternal.
Menurut Nyoman, sekolah tersebut biasanya tumbuh dari kebutuhan masyarakat di daerah terpencil, yang tidak memiliki cukup sekolah negeri.
"Nah yang begini menurut saya tidak masalah, memang harus digratiskan itu," ucap legislator daerah pemilihan (Dapil) Bali ini.
Sebaliknya, sekolah swasta mandiri sebagian besar yang bersekolah siswa dari keluarga mampu dan tidak bergantung pada dana pemerintah.
"Sekolah swasta itu tidak mengambil uang dari BOS, kan. Ya artinya mereka tidak terlalu fokus dengan biaya dana BOS," ucapnya.
"Nah, tetapi mendapatkan uang dari kontribusi orangtua murid. Ini bagaimana mengurusnya, mengaturnya?” tutur Nyoman.
Menurut Nyoman, saat ini DPR melalui Panitia Kerja (Panja) RUU Sistem Pendidikan Nasional (Sidiknas) tengah membahas skema yang relevan untuk mengakomodasi berbagai jenis sekolah tersebut.
Dia berharap aturan turunan dari putusan MK nanti bisa membedakan antara sekolah yang harus digratiskan sepenuhnya dan sekolah yang masih bisa menerima kontribusi dari masyarakat.
Baca: Ganjar Ungkap Hal Ini Akan Usulan Solo Jadi Kota Istimewa
“Kebetulan sekali di DPR sedang bekerja Panja Sidiknas," ujarnya.
"Itu akan mencoba memasukkan ini agar jelas, mana yang masuk kategori gratis, dan mana yang menjadi kontribusi dari masyarakat," tegas Nyoman.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi memutuskan dalam sidang perkara Nomor 3/PUU-XXII/2024, terkait uji materi atas Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas).
MK menyatakan bahwa Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas yang membatasi pembebasan biaya pendidikan hanya untuk sekolah negeri bertentangan dengan prinsip kesetaraan akses pendidikan.