Ikuti Kami

APHR Kutuk Keras Keputusan Thailand! 

APHR menyerukan kepada pemerintah Thailand untuk memastikan bahwa kejadian seperti itu tidak terjadi lagi.

APHR Kutuk Keras Keputusan Thailand! 
Ketua APHR dan anggota DPR RI, Mercy Barends.

Jakarta, Gesuri.id - Anggota parlemen Asia Tenggara (APHR) mengutuk keras keputusan Thailand untuk menyerahkan tiga anggota oposisi Myanmar ke tangan junta. 

APHR menduga mereka akan disiksa, atau lebih buruk. APHR menyerukan kepada pemerintah Thailand untuk memastikan bahwa kejadian seperti itu tidak terjadi lagi.

“Sudah terlalu lama, pihak berwenang Thailand telah memaksa pencari suaka dan pengungsi kembali ke Myanmar di mana mereka berada dalam risiko penganiayaan. Ini jelas melanggar hukum, norma, dan prinsip HAM internasional,” kata Ketua APHR dan anggota DPR RI, Mercy Barends dalam pernyataannya, Rabu (12/4). 

Baca: Mercy Bagikan Ratusan Paket Sembako di Kecamatan Kota Masohi

Menurut informasi yang diterima APHR dari organisasi masyarakat sipil setempat, pada 1 April, tiga anggota kelompok oposisi Myanmar menyeberang ke Thailand untuk mencari perawatan medis.

Dalam perjalanan ke Mae Sot, ketiga pria itu dihentikan di sebuah pos pemeriksaan dan ditahan oleh imigrasi Thailand. 

Pada 4 April, pihak berwenang Thailand menyerahkan mereka kepada Pasukan Penjaga Perbatasan (BGF) sekutu junta Myanmar, meskipun ada upaya dari kelompok oposisi untuk merundingkan pembebasan. 

Saksi mata mengatakan, pasukan BGF menembaki orang-orang tersebut setelah penyerahan.

Laporan media lokal menyebutkan, setidaknya satu dari pria itu tewas.  Nasib dua lainnya masih belum jelas.

Meskipun berbagi perbatasan yang luas lebih dari 2.400 kilometer dengan Myanmar, pemerintah Thailand belum menyambut para pengungsi yang berusaha melarikan diri dari kekerasan brutal militer Myanmar. 

Kelompok hak asasi manusia berulang kali mengkritik Thailand karena memulangkan mereka yang melintasi perbatasan. Pencari suaka dari Myanmar di Thailand juga menghadapi situasi genting, di mana mereka tidak memiliki perlindungan hukum dan berisiko dideportasi kapan saja.

Awal tahun ini, pemerintah Thailand secara resmi mengadopsi Konvensi PBB Menentang Penyiksaan.

"Tidak ada organisasi pemerintah atau pejabat publik yang boleh mengusir, mendeportasi, atau mengekstradisi seseorang ke negara lain di mana ada alasan kuat untuk meyakini bahwa orang tersebut akan ditahan, bahaya penyiksaan, perlakuan kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat, atau penghilangan paksa,” demikian bunyi konvensi tersebut.

Baca: Mercy Barends Harap Pelaku IKM di Maluku Miliki NIB

Menurut APHR, dengan melepaskan ketiga orang itu ke tangan junta Myanmar, jelas melanggar konvensi ini. Pasalnya, junta dinilai kerap menggunakan kekerasan.

“Kami mendesak pemerintah Thailand untuk mengizinkan mereka yang melarikan diri dari konflik di Myanmar untuk memasuki Thailand dengan aman dan memprioritaskan perlindungan mereka.  Pihak berwenang Thailand harus segera menghentikan deportasi warga dari Myanmar yang menghadapi risiko besar terhadap kesejahteraan fisik mereka di tangan junta,” kata Barends.

“Sehubungan dengan pemilu Thailand yang akan datang, kami juga mendesak semua partai politik dan kandidat Thailand untuk membahas masalah hak asasi manusia di platform mereka," sambungnya.

Terakhir, kata Barends, APHr menyerukan kepada ASEAN, negara-negara anggota ASEAN, dan komunitas internasional untuk menekan Thailand, 'untuk memastikan bahwa semua orang diperlakukan dengan bermartabat dan hak-hak mereka dihormati dan dijunjung tinggi'. 

"Tidak ada orang yang menghadapi penganiayaan di negara yang mereka tinggalkan harus ditahan dan dikembalikan secara paksa," pungkasnya.

Quote