Ikuti Kami

GMNI Minta Erick Tak Subyektif Beri Bantuan 

Hal ini menyusul program pemberdayaan ekonomi pesantren oleh Menteri BUMN Erick Thohir di sejumlah Pesantren.

GMNI Minta Erick Tak Subyektif Beri Bantuan 
Sekjen DPP GMNI Sujahri Somar.

Jakarta, Gesuri.id - Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPP GMNI) menyikapi program pemberdayaan ekonomi pesantren oleh Menteri BUMN Erick Thohir di sejumlah Pesantren.

DPP GMNI menilai program itu memang positif, hanya saja perlu komprehensif, yakni tak hanya berpusat pada lingkup Pesantren saja.

Baca: Eva Sundari: Ketum PA GMNI Tak Harus Dari PDI Perjuangan

GMNI mendorong program serupa juga dilakukan terhadap  Yayasan-yayasan Katolik, Protestan, dan Yayasan milik agama atau pihak swasta lainnya.

"Setidaknya BUMN sudah mengantongi data-data mengenai keberadaan Sekolah Berasrama, selain Pesantren yang jumlahnya sekitar 26.900an, tersebar dari Aceh hingga Papua. Sekolah Berasrama ini juga berpotensi untuk digagas kemandiriannya, apalagi Sekolah Berasrama yang dimaksud di sini bukan milik Negeri, melainkan Swadaya atau Yayasan Kecil," ujar Sekjen DPP GMNI Sujahri Somar, dalam keterangan resminya, Jumat (11/6).

Untuk menyasar wilayah ini, GMNI menilai diperlukan pemutakhiran data antara BUMN dan Kemendikbud. 

"Memang arah Pendidikan Nasional kita seperti yang digambarkan oleh Ki Hajar, bersistem asrama, itu jelas dalam tulisan-tulisan beliau berjudul 'Pendidikan'. Ki Hajar di situ mencontohkan Pesantren, itu artinya Sekolah Berasrama sebenarnya adalah terminologi lain dari Pondok Pesantren," ujar Sujahri. 

Dalam perkembangannya, lanjut Sujahri, memang Sekolah Berasrama lebih banyak dikemas oleh Yayasan Katolik. Tapi saat ini, ada juga Sekolah Berasrama milik Pemerintah, serta Yayasan Islam. 

"Dari 10 Sekolah Berasrama terbaik, terdapat Internasional Islamic Boarding School Bekasi, Pangudi Luhur Vanlith, dan Santa Maria Jakarta. Dari situ jelas, konsepsi Pendidikan Nasional memang berdasar pada sistem Pondok Pensantren, dengan tetap mengacu pada kemandirian, sebagaimana Ki Hajar memandirikan Taman Siswa," papar Sujahri. 

Jadi, sambung Sujahri, Menteri BUMN sekiranya perlu memahami dengan benar ide kemandirian ekonomi dalam tingkat Sekolah, baik untuk klaster Pondok Pesantren maupun Sekolah Berasrama. Karena pada hakekatnya, Sekolah Berasrama itu ruhnya berangkat dari sistem Pondok Pesantren.

"Kalau hanya fokus untuk kemandirian Pondok Pesantren saja, kami menilai Menteri BUMN tidak memahami semangat kemandirian sistem pendidikan di tingkat satuan pendidikan yang terilhami oleh pikiran-pikiran Ki Hajar Dewantara. Dan kalau tak meluaskan fokus kemandiriannya itu, maka maaf, menurut kami, beliau sementara 'cari muka' dengan Dunia Pesantren," tegas Sujahri. 

Padahal, ujar Sujahri, antara sistem Pondok Pesantren dan sistem Sekolah Berasrama tidak boleh dipilah.

Kalau tidak mau dicap sekuler, menurut Sujahri, gagasan Pendidikan Nasional memang seharusnya mengarah pada model Pondok Pesantren. Tujuannya jelas, yakni agar injeksi ideologis lebih terarah di sana. 

"Dari situ, Sekolah Berasrama baik Islam, Kristen, atau Agama apapun, atau Sekolah Berasrama konsep Non teologis perlu diperhatikan secara menyeluruh," ujar Sujahri. 

Selanjutnya, GMNI juga meminta kepada Kemenag untuk menindaklanjuti hal ini. Klaster Sekolah Berasrama ini jangan dibiarkan mengambang, baik Sekolah Berasrama Islam, maupun Sekolah Berasrama yang dimiliki Yayasan Katolik, Protestan dan Yayasan lainnya.

Baca: GMNI Sumut Tegaskan Tak Bertaut dengan Parpol

Dengan begitu, GMNI menilai Negara perlu memperluas terminologi Pondok Pesantren dalam kaitannya dengan pengembangan Sekolah Berasrama. Agar keadlian dan indoktrinasi ideologis, dalam hal ini Pancasila, dapat terjaga secara maksimal melalui Pondok-pondok Pesantren dan Sekolah Berasrama. 

"Sekaligus perlu juga dievaluasi kurikulum tingkat sekolah berasrama secara berkala, termasuk Pondok-pondok Pesantren, bila terdapat adanya dugaan tidak menghormati bendera atau tindakan sejenisnya, seperti yang terjadi tahun kemarin di beberapa wilayah," ujar Sujahri.

"Jangan sampai terbalik, di tengah era disrupsi seperti ini, fokus penangkalan ideologis bukan hanya di Pesantren, melainkan di Sekolah dengan sistem Asrama juga harus disasar," tambahnya.

Quote