Ikuti Kami

Berita Investigasi Rapid Test Cuma Sensasi 

Berita investigasi itu mengangkat soal alat rapid test, yang ditengarai sebagai barang palsu.

Berita Investigasi Rapid Test Cuma Sensasi 
Ilustrasi. Rapid Test.

Jakarta, Gesuri.id - Politikus PDI Perjuangan Deddy Yevri Sitorus menyikapi berita investigasi yang diangkat oleh sebuah majalah mingguan. 

Berita investigasi itu mengangkat soal alat rapid test, yang ditengarai sebagai barang palsu. Konsekuensinya adalah bahwa terjadi “penipuan” yang merugikan pembeli, pengguna dan bisa menyebabkan kerugian karena hasilnya yang tidak akurat akan berdampak pada upaya penanggulangan pandemi.

Baca: Inovasi Tes PCR Diproduksi Massal Paling Lambat Awal Juni

Namun, Deddy menyatakan yang mengherankan adalah bahwa majalah tersebut malah menggandeng lembaga “anti korupsi” dalam mengangkat masalah tersebut. Media itu tidak terlihat menggandeng  lembaga-lembaga penelitian kesehatan atau farmasi untuk memberikan penilaian terbaik. 

"Sebut saja, tidak ada studi yg meyakinkan di dalam negeri oleh lembaga seperti Eijkman atau Balitbang Kemenkes," ujar Anggota Komisi VI DPR itu.

Deddy melanjutkan, majalah itu memang mengutip bahwa ada laporan bahwa alat rapid test itu terbukti “tidak se-akurat” klaim yang disampaikan. Tampak bahwa framing yang ingin dibangun media itu adalah rapid test itu “menipu” dan menjadi sah penipuannya karena “dibuat di China”.

"Padahal, informasi yang saya dapat, alat rapid test itu adalah 'asli produksi Belanda'. Tetapi packingnya memang dibuat di China, hal yang jamak dilakukan dalam perdagangan internasional untuk menekan biaya dan penetrasi pasar secara cepat," papar Deddy.

Dan, lanjut Deddy,  alat test itu telah memiliki sertifikasi dari Uni Eropa (CA), setara dengan FDA di Amerika atau BP POM di Indonesia. Artinya bahwa produk rapid test itu telah memenuhi standar dan persyaratan yang relevan.

Deddy melanjutkan, sebagaimana kita ketahui, alat rapid test sangat mungkin tidak 100% akurat. Sama seperti ketika kita melakukan test laboratorium, akurasi dari satu lab ke lab lain selalu ada potensi perbedaan. 

"Juga dimungkinkan terjadi cacat produk atau cacat prosedur penggunaan. Oleh karena itulah maka semua pihak mahfum bahwa akurasi tertinggi itu hanya bisa diberikan oleh PCR yang memeriksa swab dari tenggorokan dan atau nasofaring pasien," ujar Deddy.

Baca: Ganjar Pranowo Dipuji, Berhasil Modifikasi Bantuan Covid

Ketidak-akuratan alat rapid test juga dipengaruhi oleh kondisi imun tubuh terperiksa, dan tidak serta merta menyatakan secara akurat adanya virus dalam tubuh penderita.

Deddy pun cenderung menyatakan bahwa investigasi media itu hanyalah sebuah sensasi. Tujuannya memberi informasi kepada publik, tetapi motivasinya harus dipertanyakan. 

"Terlebih karena situasi psiko politik yang melingkupinya, seperti pernyataan Menteri BUMN soal mafia alkes, dan meningkatnya sentimen anti (produk) China. Kalau ini benar, sungguh memalukan!" tegas Deddy.

Lebih memalukan lagi, lanjut Deddy, kalau tujuan pemberitaan ini adalah pengalihan isu untuk melindungi seseorang. Deddy tidak menyebutkan secara spesifik seseorang tersebut.

Namun dia mengatakan orang itu belakangan ini wajahnya sedang "babak belur" karena gagal menangani wabah Covid19 di wilayahnya, gagal menyediakan dana bansos untuk warganya yang membutuhkan dan gagal menjelaskan kepada publik kemana 50% Dana Bagi Hasil yang sudah ditransfer oleh Pemerintah Pusat.

"Kebetulan orang itu punya hubungan kedekatan yang sangat tinggi dengan para pegiat majalah itu," ujar Deddy.

"Hanya mereka lah yang tahu kebenarannya. Saya hanya berasumsi sebagai manusia merdeka berdasarkan informasi yang saya miliki. Silakan anda berkesimpulan sendiri," tambahnya.

Quote